SEMARANG (KRJogja.com) – Penentuan awal Ramadan 1446 H/2025 M di Indonesia kembali berpotensi mengalami perbedaan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan metode perhitungan yang digunakan oleh berbagai organisasi Islam dalam menentukan awal puasa.
Ketua Umum Asosiasi Dosen Falak Indonesia, Prof. Dr. H. Ahmad Izzuddin, M.Ag, menjelaskan bahwa Indonesia belum memiliki kesepakatan (ijma’) dalam metode penetapan awal Ramadan. Berbeda dengan perayaan agama lain seperti Natal, Waisak, atau Nyepi yang memiliki metode penetapan yang seragam, awal Ramadan di Indonesia masih bergantung pada dua pendekatan utama, yakni rukyat (pengamatan hilal secara langsung) dan hisab (perhitungan astronomi).
“Setiap tahun menjelang Ramadan, saya selalu menerima banyak pertanyaan mengenai awal dan akhir Ramadan. Ini karena hingga kini metode penetapannya belum seragam,” jelas Prof. Izzuddin, Rabu (26/2/2025).
Metode Penentuan Ramadan: NU, Muhammadiyah, dan Pemerintah
Menurut Prof. Izzuddin, terdapat tiga metode utama dalam penentuan awal Ramadan di Indonesia:
1. Rukyat Wilayatul Hukmi (Pengamatan Hilal di Wilayah Indonesia) → Digunakan oleh Nahdlatul Ulama (NU).
2. Hisab Wujudul Hilal → Digunakan oleh Muhammadiyah (kecuali jika mereka menerapkan Kalender Hijriyah Global Tunggal - KHGT).
3. Imkanur Rukyat → Digunakan oleh Pemerintah, yang berusaha mengakomodasi kedua metode di atas.
Dengan metode hisab wujudul hilal, Muhammadiyah dipastikan menetapkan 1 Ramadan 1446 H jatuh pada Sabtu, 1 Maret 2025. Sedangkan NU dan Pemerintah masih menunggu hasil rukyatul hilal di Aceh dan beberapa wilayah lain yang masuk dalam kriteria imkanur rukyat.
Bagaimana Posisi Hilal di Indonesia?
Dari data hisab Markaz Menara Al-Husna MAJT Semarang, berikut adalah posisi hilal pada 28 Februari 2025:
Ijtima’: Jumat Legi, 28 Februari 2025, pukul 07:44:38 WIB
Tinggi hilal: 3° 56’ 40,8” di atas ufuk
Elongasi hilal: 5° 53’ 40,8”