Modus Ustaz Gadungan Cabuli Santri di Tiga Kota Terungkap: Polisi Bongkar Identitas Asli Pelaku

Photo Author
- Rabu, 23 April 2025 | 11:10 WIB
Tersangka saat jumpa pers.
Tersangka saat jumpa pers.

KRjogja.com, SALATIGA – Kepolisian Resor Salatiga berhasil mengungkap kasus pencabulan mengerikan yang dilakukan oleh seorang pria berinisial Rud (24), warga asal Jambi. Modusnya sungguh licik—mengaku sebagai ustaz dan melamar sebagai pengasuh santri di pondok pesantren (ponpes) kawasan Tingkir, Kota Salatiga, padahal ia hanya lulusan SMA dengan sertifikat palsu.

Menurut Kapolres Salatiga, AKBP Veronica Kristi P, pelaku telah ditahan dan dijerat dengan Pasal 330 KUHP tentang tindak pidana terhadap anak di bawah umur dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara.

“Pelaku mengincar anak-anak laki-laki yang menjadi santri dengan memalsukan identitas dan dokumen keagamaan. Saat ini, Rud telah mengakui bahwa aksinya tak hanya di Salatiga, tapi juga di Ponorogo dan Pacitan,” ungkap Kapolres dalam konferensi pers, Selasa (22/4/2025).

Dari hasil penyelidikan, Rud diketahui melakukan aksi bejatnya setidaknya empat kali terhadap korban yang masih anak-anak. Pelaku menggunakan modus pinjaman mainan hingga gadget agar korbannya patuh.

Salah satu peristiwa tragis terjadi pada 25 Maret 2025, ketika Rud mengajak korban berbuka puasa di rumah salah satu mantan pengasuh ponpes. Ia kemudian membawa korban menginap di ponpes dengan dalih akan bertemu sang ibu di Semarang.

Kasus ini mulai terbongkar setelah orang tua salah satu korban mencium kejanggalan dan melaporkan kejadian tersebut ke Polres Salatiga. Dalam pemeriksaan, Rud mengaku pernah mengalami pelecehan serupa di masa kecilnya saat tinggal di Sumatera.

“Saya cuma lulusan SMA. Bukan alumni pesantren. Saya mengaku ustaz karena bisa baca tulis Al-Qur’an. Tapi saya juga bersih-bersih pondok untuk meyakinkan pengurus pondok,” kata Rud di hadapan penyidik.

Modus Ustaz Gadungan Bukan Hal Baru

Fenomena penyamaran sebagai ustaz palsu bukan hal baru. Menurut laporan dari Komnas Perlindungan Anak, modus serupa pernah terjadi di sejumlah daerah. Dalam laporan tahun 2023, tercatat lebih dari 40% kasus kekerasan seksual terhadap anak terjadi di lingkungan yang seharusnya menjadi tempat aman, termasuk lembaga pendidikan dan keagamaan (Sumber: Komnas PA, 2023).

Psikolog anak dari Universitas Airlangga, Dr. Intan Pradita, menyebut bahwa pelaku kekerasan seksual anak sering menggunakan pendekatan emosional dan manipulatif. “Mereka memanfaatkan status sosial atau posisi spiritual agar korban merasa tidak bisa melawan,” jelasnya. (Sus)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Libur Nataru, PLN Siagakan 315 SPKLU di Jateng-DIY

Jumat, 19 Desember 2025 | 23:10 WIB

FEB Unimus Gelar Entrepreneurship Expo and Competition

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:30 WIB

HISPPI PNF Jawa Tengah Resmi Dikukuhkan

Jumat, 12 Desember 2025 | 16:10 WIB

Kasus HIV/AIDS di Salatiga 1.055 Kasus

Kamis, 11 Desember 2025 | 10:05 WIB
X