Empat Megatrend Menjadi Tantangan Baru Kepemimpinan Pemuda di Era AI

Photo Author
- Sabtu, 15 November 2025 | 22:26 WIB
Jafar Shodiq saat menjadi pembicara forum nasional bertajuk Kepemimpinan Pemuda di Tengah Disrupsi AI dan Krisis Sosial. (Budiono)
Jafar Shodiq saat menjadi pembicara forum nasional bertajuk Kepemimpinan Pemuda di Tengah Disrupsi AI dan Krisis Sosial. (Budiono)

Krjogja.com, YOGYA - anggota DPRD Jawa Tengah Jafar Shodiq mengatakan, pemikiran strategis tentang arah baru kepemimpinan generasi muda Indonesia di tengah arus perubahan global yang semakin kompleks.

Hal ini dikatakan dalam forum nasional bertajuk “Kepemimpinan Pemuda di Tengah Disrupsi AI dan Krisis Sosial” yang diselenggarakan oleh Ikatan Pemuda Penggerak Desa Indonesia (IPPDI) dengan dukungan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora), di Convention Hall UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, pekan lalu.

Di hadapan lebih dari 500 peserta yang terdiri dari pemuda desa, mahasiswa, dan komunitas sosial, Jafar menguraikan empat megatrend nasional yang menurutnya harus dipahami secara kritis oleh generasi muda agar mampu menavigasi kepemimpinan di era kecerdasan buatan (AI).

Menurut Jafar, saat ini Indonesia tengah bergerak di tengah empat arus besar yang membentuk ulang tatanan sosial, politik, dan ekonomi bangsa. Pertama, menguatnya digitalisasi politik dan media algoritmik yang menggeser kontestasi publik dari ruang gagasan ke ruang persepsi. “Ini era algoritma lebih cepat membentuk opini publik dibanding nilai dan akal sehat manusia,” ungkapnya.

Kedua, ketimpangan ekonomi yang semakin melebar sebagai konsekuensi dari sistem ekonomi digital yang belum sepenuhnya inklusif. Kesenjangan antara elite teknologi dan masyarakat akar rumput bisa menjadi sumber ketegangan sosial baru jika tidak diimbangi dengan kebijakan keberpihakan.

Ketiga, berakhirnya generasi politisi reformasi yang meninggalkan ruang kosong kepemimpinan moral. Menurut Jafar, ruang itu kini menjadi tanggung jawab generasi muda untuk mengisinya dengan keberanian dan integritas. Politik tanpa nilai hanya akan melahirkan pemimpin yang kuat secara citra, tetapi rapuh secara Nurani.

Keempat, menguatnya kapitalisme digital dan oligarki informasi, di mana kekuasaan tidak lagi hanya di tangan politisi atau korporasi, tetapi juga pada aktor-aktor teknologi yang menguasai data. Dengan kondisi ini, Kedaulatan bangsa ke depan bukan hanya soal sumber daya alam, tapi juga sumber daya data. Untuk itu generasi muda harus memahami medan baru ini jika ingin menjadi pemimpin yang relevan di era AI.

Menurut Jafar, politik saat ini semakin dikendalikan oleh logika persepsi, bukan rasionalitas publik. Ia mengingatkan, pemuda harus menjadi penyeimbang antara kecanggihan digital dan kedalaman moral.

“Pertarungan politik sekarang bukan lagi soal siapa yang paling benar, tapi siapa yang paling mampu menguasai persepsi public.

Kepemimpinan muda diuji bukan pada seberapa sering mereka muncul di layar, tapi sejauh mana mereka mampu mengembalikan politik kepada nilai pelayanan dan keberpihakan,” tutur Jafar.

Dengan demikian, kepemimpinan muda harus berbasis pada nilai, data, dan empati sosial. Teknologi hanyalah alat. Arah kepemimpinan tetap ditentukan oleh manusia yang memegang kendali moral dan intelektual. (Bdi)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

Libur Nataru, PLN Siagakan 315 SPKLU di Jateng-DIY

Jumat, 19 Desember 2025 | 23:10 WIB

FEB Unimus Gelar Entrepreneurship Expo and Competition

Jumat, 19 Desember 2025 | 20:30 WIB

HISPPI PNF Jawa Tengah Resmi Dikukuhkan

Jumat, 12 Desember 2025 | 16:10 WIB

Kasus HIV/AIDS di Salatiga 1.055 Kasus

Kamis, 11 Desember 2025 | 10:05 WIB
X