SEMARANG,KRJOGJA.com- Majelis Wakaf dan Kehartabendaan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (MWK PWM) Jateng bekerja sama dengan Universitas Muhammadiyah Semarang (Unimus) mengadakan seminar online (webinar) “Pengelolaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Berbasis Wakaf†melalui zoom di kampus Unimus, Sabtu (22/8/2020). Webinar diikuti Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) dan Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) se Indonesia serta perguruan tinggi Muhammadiyah (PTM) se Indonesia.
Webinar yang dibuka Ketua PWM Jateng Drs H Tafsir MAg ini mengetengahkan pembicara kunci Rektor Unimus Prof Dr H Masrukhi MPd dan 3 pembicara meliputi Prof Hilman Latief MA PhD (Ketua Lazismu Pusat dan Wakil Rektor IV Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) “Prospek Pengelolaan Perguruan Tinggi Muhammadiyah Berbasis Wakafâ€, H Hendri Tanjung PhD (koordinator Pembinaan Nadzir Badan Wakaf Indonesia (BWI) Pusat dan Wakil Direktur Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor) “Peran Wakaf Bagi Pengembangan Perguruan Tinggi (Pengalaman Sejarah dan Penerapannya Masa Kini)†dan Prof Dr Raditya Sukmana MA (Guru Besar Bidang Wakaf dan Ketua Departemen Ekonomi Syariah FEB Unair) “Pengalaman Unair Dalam Pengelolaan Perguruan Tinggi Berbasis Wakaf†serta Moderator Dr H A Furqon LC MA (Sekretaris MWK PWM Jateng).
Saat membuka webinar, Ketua PWM Jateng Tafsir MAg menyampaikan selama ini kalau bicara wakaf lebih banyak membahas tentang potensi besarnya zakat, wakaf, infah sodakoh umat Muslim Indonesia, termasuk warga Muhammadiyah. Tafsir berharap seminar lebih banyak bicara aktualisasi dan apa yang dilakukan dengan potensi besar tersebut.
“PWM Jateng dalam waktu dekat segera meluncurkan fund raising sebagai aktualisasi potensi besar yang sudah ada seperti tanah tanah rumah sakit, sekolah, perguruan tinggi, masjid dan lain lain. Perlu aktualisasi berupa program kongkrit sehingga bisa membawa manfaat maksimal dari harta benda wakaf, infak, sodakoh yang dimiliki Muhammadiyah†ujar Tafsir MAg.
Rektor Unimus Prof Dr H Masrukhi MPd saat menjadi pembicara kunci menyatakan saat ini Muhammadiyah memiliki sekitar 168 perguruan tinggi Muhammadiyah/Aisiyah (PTM/PTA), lebih banyak dibanding perguruan tinggi negeri yang dimiliki Kemendikbud dan Kemenag sekitar 123. Di bawah Majelisdiktilitbang PP Muhammadiyah dan sinergi antar PTM se Indonesia, PTM PTM berkembang baik dan berkontribusi besar dalam ikut mendidik warga negara Indonesia, tugas yang semestinya lebih banyak diemban pemerintah.
“Sumbangsih dua oranisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU pada pendidikan nasional sangat besar. Sehingga pemerintah tidak boleh memandang sebelah mata saat memberi bantuan pendidikan pada sekolah atau perguruan tinggi di bawah Muhamamdiyah dan NU. PTN mendapat bantuan banyak dari pemerintah lewat APBN dan bantuan lain, sementara PTS tidak ada anggaran dari APBN dan kalau ada jumlahnya kecil serta masih dibagi bagi dengan banyaknya PTS di Indonesia†ujar Prof Masrukhi.
Lebih lanjut menurut Prof Masrukhi, merujuk UU Perguruan Tinggi no 12 tahun 2012 menyebutkan sumber dana perguruan tinggi (PT) dari masyarakat bisa berasal dari Hibah, Wakaf, dana Kolektif, dana Individu, dana abadi dan lain lain. Lewat UU dan peraturan lainnya memungkinkan masyarakat luas bisa semakin berkontribusi ikut mendanai PT. Terkait bagaimana wakaf bisa sebagai sumber pendanaan, dalam ajaran Islam banyak disebutkan baik di Alquran maupun Hadis.
“Sesuai data dari Kemenag 2018, wakaf terbesar dari masyarakat selalu tanah untuk 3 M yaitu masjid (musola), makam, dan madrasah (perguruan tinggi). Namun kebanyakan tanah tanah tersebut belum punya kepastian hukum berupa sertifikat yang sudah atas nama Muhammadiyah serta bagaimana wakaf akan ditingkatkan sehingga bisa menghasilkan dana yang nantinya kembali untuk umat. Khusus sekolah atau PT, andai wakaf bisa dikelola dan kolaborasi wakaf dengan amal pendidikan, bersinergi dengan Laziz Muhammadiyah, amal usaha Muhammadiyah, majelis Dikti Muhammadiyah semuanya sinergi dengan baik maka tidak akan ada sekolah yang terlantar†ujar Prof Masrukhi.
Sementara itu sejumlah poin hasil diskusi dari para pembicara di antaranya perguruan tinggi Muhamamdiya perlu meniru model perguruan tinggi Al Azhar Mesir yang sudah melaksanakan wakaf produktif sejak lama. Hasil wakaf produktif dipergunakan untuk memberi beasiswa para mahasiswa, menggaji tinggi para guru besar dan merekrut guru besar guru besar terbaik dunia, untuk perbaikan fasilitas kuliah, lab, perpustakaan dan sarana prasarana kampus. Juga di Turki, wakaf uang di Istambul bisa bertahan dan berkembang lebih dari 100 tahun ini.
Begitu pula dengan banyak kampus di Amerika dan Eropa yang melakukan penggalangan dana endowment fund atau raising fund untuk dana abadi yang mirip mirip dengan wakaf, infak, sodakoh di kalangan Muslim. Dana abadi tersebut dikelola profesional oleh para fund manager (semacam nadzir kalau di Muslim) profesional lewat investasi berbunga dan hasil investasi sebagian diinvestasikan lagi dan sebagian lagi untuk pembiayaan pendidikan dengan jumlah sangat fantastis. Mesir, Turki, dan banyak negara Barat sudah melakukan semacam wakaf produktif misalnya uang, sehingga Muhammadiyah harusnya segera bisa melakukan dengan model wakaf Islam secara penuh untuk pendanaan dan pengembangan sekolah dan perguruan tinggi serta amal usaha Muhammadiyah (AUM) yang begitu besar dan potensi besar untuk pembangunan warga Muhammadiyah, warga Muslinm Indonesia dan seluruh bangsa Indonesia. (Sgi)