Hal senada diungkapkan Bambang Supradono dari Komite Ekonomi Kreatif Kota Semarang.
“Tradisi kartun Indonesia panjang dan berwarna, dari kolonial hingga era digital. Museum ini akan jadi tonggak penting, bukan hanya untuk riset, tapi juga ruang apresiasi publik. Semarang adalah tempat yang tepat.”
Dukungan Pemkot membuat para kartunis kian optimistis. Selain memperkuat posisi Semarang di kancah internasional, museum ini diharapkan menjadi identitas baru Kota Lama: bukan sekadar kawasan heritage, tetapi juga ruang seni kontemporer yang merekam denyut kebudayaan bangsa.
Pak Wing bahkan mendorong komunitas kartunis menggelar program sosialisasi dan event publik menuju museum. “Semarang bisa jadi pionir. Buatlah kegiatan ‘goes to museum kartun’ agar masyarakat makin dekat. Kami siap mendukung,” tegasnya.
Presidium Pakarti, Abdullah Ibnu Thalhah, menyambut baik sinyal positif itu. “Sudah saatnya Indonesia punya museum kartun. Kami siap berkolaborasi dengan Disbudpar dan ekraf Semarang,” ungkapnya.
Dengan komitmen bersama ini, Semarang berpeluang menorehkan sejarah baru: menjadi kota pertama di Indonesia yang memiliki museum kartun—ruang kreatif, reflektif, sekaligus inspiratif bagi generasi kini dan mendatang. (*)