Krjogja.com - INFORMASI mengenai indeks sinar ultraviolet yang ekstrim banyak dikabarkan di media sosial belakangan ini. BMKG pun memberikan sejumlah saran mengenai hal yang perlu dilakukan agar terhindar dari paparan sinar ultraviolet yang bisa membawa bahaya bagi tubuh manusia.
Meski begitu, Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyarankan agar masyarakat tidak perlu panik menyikapi informasi sinar ultraviolet harian tersebut.
"Masyarakat bisa mengikuti imbauan respons sesuai yang dapat dilakukan untuk masing-masing kategori indeks ultraviolet, seperti menggunakan perangkat pelindung atau tabir surya apabila melakukan aktivitas di luar ruangan," kata Dwikorita.
Sejauh ini karena ketidaktahuan, banyak orang menyangkutpautkan indeks sinar ultraviolet ekstrem dengan cuaca dan suhu udara panas yang belakangan dirasakan warganet di berbagai wilayah Indonesia.
Padahal menurut BMKG, sebagaimana dikutip dari akun Instagramnya @infobmkg, Rabu (26/4/2023), tingkat ultraviolet tidak berkaitan dengan tinggi rendahnya suhu udara.
Meski begitu, BMKG mengakui bahwa terdapat perbedaan antara tingkat ultraviolet selama musim panas dan musim dingin yang disebabkan oleh surut (posisi gerak semu) matahari di langit.
Adapun tingkat sinar ultraviolet umumnya mencapai puncaknya sekitar tengah hari, sementara suhu masih bisa meningkat hingga maksimum di sore hari.
Mengutip situs resmi BMKG, besar kecilnya radiasi ultraviolet yang mencapai permukaan Bumi memiliki indikator nilai indeks UV. Indeks ini dibagi menjadi beberapa kategori, yakni 0-2 (low), 3-5 (moderate), 6-7 (high), 8-10 (very high), dan 11 ke atas (extreme).
"Secara umum, pola harian indeks ultraviolet berada pada kategori low di pagi hari, mencapai puncaknya di kategori high, very high, atau extreme ketika intensitas radiasi matahari paling tinggi di siang hari antara pukul 12.00-15.00 waktu setempat, dan bergerak turun ke low di sore hari," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati dalam keterangan.
[crosslink_1]
Selanjutnya, BMKG juga menyebut, pola ini bergantung pada lokasi geografis dan elevasi suatu tempat, posisi matahari, jenis permukaan, dan tutupan awan.
"Tinggi rendahnya indeks ultraviolet tidak memberikan pengaruh langsung pada kondisi suhu udara di suatu wilayah," kata Dwikorita.
"Untuk wilayah tropis seperti Indonesia, pola harian seperti disampaikan secara rutin dapat teramati dari hari ke hari meski tidak ada fenomena gelombang panas atau heatwave," tuturnya.
Dwikorita juga menyebutkan faktor cuaca lain seperti berkurangnya tutupan awan dan kelembapan udara juga bisa memberikan kontribusi lebih terhadap indeks ultraviolet.