Krjogja.com - YOGYA - Perhimpunan Bank Perkreditan Rakyat Indonesia (Perbarindo) optimis pertumbuhan kredit 2023 akan lebih baik dari tahun sebelumnya, 2022. Optimisme tersebut didorong dihapuskannya status PPKM sehingga mobilitas mulai pulih serta adanya pemulihan ekonomi di Tanah Air.Keseimbangan kredit Industri BPR di Tanah Air akan kembali pulih sampai cukup signifikan sampai dengan 2025 nantinya.
Ketua Umum Perbarindo Tedy Alamsyah mengatakan pertumbuhan kredit BPR/BPRS secara nasional mengalami tekanan pada 2020 lalu karena pandemi Covid-19. Kemudian pertumbuhan kredit pada 2021 hanya tumbuh satu digit, baru pada 2022 mampu tumbuh dua digit sebesar 10.91 persen.
"Melihat kondisi saat ini, kami optimis pertumbuhan kredit BPR/BPRS bisa lebih tinggi pada 2023 ini..Optimisme tersebut terbentuk karena pemulihan ekonomi pasca pandemi Pasca status PPKM dicabut pada akhir 2022 lalu, kegiatan ekonomi berangsur normal sehingga permintaan kredit dimungkinkan meningkat," ujarnya di Yogyakarta, Kamis (9/3).
Tedy mengungkapkan semua dalam posisi wait and see pada saat pandemi, namun setelah new normal maka seluruh sektor ekonomi bergerak lagi, pariwisata dibuka lagi, akomodasi juga bergerak. Misal penjual gudeg, sekarang permintaan meningkat karena pariwisata sudah dibuka maka akan banyak dibutuhkan.kucuran modal kerja.
" Kredit turun 2020, lalu perlahan akan meningkat. Puncak peningkatannya diprediksi pada 2025 mendatang. Setelah 2025 , kredit juga tetap akan tumbuh, tetapi tidak signifikan. Karena sudah pulih dari dampak pandemi," katanya.
[crosslink_1]
Mantan Ketua Perbarindo DIY ini menambahkan secara umum kondisi BPR/BPRS di Indonesia sehat. Mengingat tidak hanya kredit semat yang bertumbuh namun aset dan dana pihak ketiga juga tumbuh. Intinya, Perbarindo optimis dengan bergeraknya kembali beberapa kegiatan ekonomi menjadi akan tumbuh, termasuk momentum mendekati Lebaran atau Idul Fitri nantinya
“Kita bicara teorinya jika kredit sempat tertekan ke bawah selama itu, maka menuju normalnya logikanya membutuhkan waktu tiga tahun itu. Permintaan kredit akan mengalami keseimbangan karena dengan dicabutnya PPKM dan meningkatnya mobilitas masyarakat sehingga transportasi, akomodasi, kebutuhan modal kerja, investasi dan sebagainya naik," paparnya
Setidaknya 1.442 BPR/BPRS di Indonesia, dimana sebanyak 74,6 persen memiliki modal inti kurang dari Rp 15 miliar, 19,3 % memiliki modal inti Rp 15 miliar hingg Rp 50 miliar, dan 6,0 % sisanya memiliki modal inti di atas Rp 50 miliar. (Ira)