Sosok Pendamai Itu Sudah Tiada Namun Pemikirannya Harus Dilanjutkan

Photo Author
- Jumat, 27 Mei 2022 | 21:45 WIB
Buya Syafii Maarif. (Foto : Harminanto)
Buya Syafii Maarif. (Foto : Harminanto)

YOGYA, KRJOGJA.com - Buya Ahmad Syafii Maarif tutup usia, Jumat (27/5/2022) pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping. Buya selesai menjalani perjalanan di dunia pada hari Jumat, di usia 86 tahun, beberapa hari jelang ulang tahun pada 31 Mei nanti.

Sosoknya sangat luar biasa, menjadi ilham bagi banyak sekali manusia, tidak hanya umat Islam semata. Hal itu tampak di Masjid Gedhe Kauman sepanjang siang hingga sore hari setelah Ba’da Ashar, pelayat tak berhenti mensholatkan almarhum, bahkan banyak tokoh lintas iman yang hadir secara langsung, masuk ke dalam Masjid untuk melihat almarhum dan mendoakan.

Betapa luar biasa sosok Buya Syafii, di hari terakhirnya saja ia mampu membagikan energi positif bagi banyak sekali manusia. Langit pun seolah turut menjawab, menurunkan gerimis di langit cerah, tepat setelah jenazah almarhum yang dihantarkan Presiden Jokowi dilepas dari Masjid Gedhe Kauman menuju Pemakaman Husnul Khatimah di Nanggulan Kulonprogo.

Romo Yohanes Dwi Harsanto, pastor Paroki Kumetiran yang juga Imam Projo Keuskupan Agung Semarang mengungkap sosok Buya yang langsung hadir dengan sepeda ketika Gereja Santa Lidwina Bedog diserang teroris pada 2018 silam. Romo Santo, begitu ia akrab disapa sangat terkesan dengan tindakan Buya yang dengan cepat hadir untuk memberikan ketenangan umat yang ketakutan saat kejadian.

“Beliau datang dan beliau naik sepeda, langsung memberi konferensi pers saat itu. Bahwa ini teroris, kita jangan mau dipecah belah. Bagi saya, Buya itu pendamai, hatinya damai dan teduh. Kata-katanya sungguh membuat kita tentram dan teguh dalam mengupayakan kedamaian dan hidup bersama yang rukun,” ungkap Romo Santo.

Menkopolhukam Mahfud MD, yang juga hadir langsung mengharapkan bahwa siapa saja yang mencintai sosok Buya Syafii Maarif untuk terus melanjutkan ide-idenya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Mahfud menyebut, meski Buya bukan seorang ningrat namun hidupnya begitu berarti bagi bangsa hingga saat terakhir.

“Kehilangan seorang tokoh besar Buya Syafii Maarif, meskipun beliau bukan seorang ningrat, namun bisa disebut seorang bangsawan. Bangsawan dalam arti bahwa dia selalu berpikir untuk kepentingan bangsanya sampai saat-sata terakhir. Oleh sebab itu, saya kira kita semua yang mencintai pak Syafii Maarif perlu melanjutkan ide-idenya dalam kehidupan bersama berbangsa dan bernegara yaitu rukun bersatu kemudian kompak saling membantu dalam prinsip hubungan antar manusia. Kalau hubungan antara manusia itu seperti yang diajarkan oleh agama yang diyakini pak Syafii Maarif kita tidak membeda-bedakan ikatan primordial semua manusia itu hidup dalam cosmopotalisme gitu ya. Hidup dalam kesewargaan,” ungkap Mahfud.

Ketua PGI, Gomar Gultom juga mengusulkan agar negara mengibarkan bendera setengah tiang selama beberapa hari sebagai bentuk berkabung atas kepergian Buya Syafii Maarif. Gomar menilai Buya layak mendapat predikat Pahlawan Nasional atas jasa pada kemanusiaan selama hidupnya.

“Kami bahkan mengusulkan agar beliau, Buya Syafii Maarif diangkat menjadi pahlawan nasional karena beliau telah membuat begitu banyak pencerahan dan perubahan bagi bangsa kita. Kami juga memohon pada negara untuk mengibarkan bendera setengah tiang beberapa hari ke depan,” ungkap Gomar. (Fxh)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Administrator

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X