YOGYA, KRJOGJA.com - Partai Demokrat (PD) DIY menilai rencana penundaan Pemilu 2024 yang diusulkan beberapa tokoh menjadi bukti insecure alias ketidakpercayaan diri penguasa dihadapan rakyatnya.
"Kalau penguasa percaya diri dan merasa dicintai rakyat karena kebijakan-kebijakan yang pro rakyat, kebijakan yang diputuskan bermanfaat bagi rakyat banyak maka tidak akan ada rencana penundaan Pemilu 2024," jelas Erlia Risti Ketua Terpilih DPDÂ Partai Demokrat DIY periode 2022-2027.
Erlia menegaskan penundaan Pemilu 2024 adalah bukti ketakutan penguasa kepada rakyat. Mereka tidak percaya diri untuk dipilih kembali oleh rakyatnya. Hal ini karena kekecewaan rakyat yang mendalam pada kebijakan-kebijakan pemerintah yang saat ini ada.
Erlia mencontohkan beberapa kekecewaan masyarakat kaitan upaya pemerintah dalam mengatasi dan menerapkan aturan PPKM sebagai usaha pengendalian Covid-19, kebijakan yang simpang siur dan terus berubah-ubah.
Serta yang terbaru dan dampaknya sangat dirasakan rakyat bawah yakni kelangkaan minyak goreng. "Mengapa kelangkaan minyak goreng bisa terjadi di Indonesia yang justru merupakan penghasil sawit terbesar dan melimpah. Kita memiliki bahan pokok sendiri, memiliki sumber daya pengolah sendiri namun mengapa justru kekurangan di negara kita sendiri. Sementara negara seolah lebih berkonsentrasi pada perpindahan Ibu Kota Negara (IKN). Rakyat mendesak butuh minyak goreng bukan IKN," tegasnya.
Penundaan Pemilu 2024 dan wacana presiden 3 periode ujar Erlia merupakan hal yang inkonstitusional. Penundaan Pemilu melanggar konstitusi dan tatanan negara yang sudah disepakati sejak Indonesia merdeka.
Erlia mengaku sepakat dengan DPP Demokrat Pusat, wacana perpanjangan kekuasaan yang terus digaungkan dalam berbagai bentuknya, mencerminkan ketakutan dan akal-akalan Pemerintah pada saat ini untuk menghindari pergantian kekuasaan pada Pemilu 2024 nanti.
Sebelumnya Wasekjen Partai Demokrat Jovan Latuconsina menegaskan Pemilu 2024 belum dilaksanakan namun pemerintah sudah mengalami post power syndrome (sindrom paska kekuasaan), sehingga tega mengkhianati amanat reformasi untuk membatasi kekuasaan.(*)