YOGYA, KRJOGJA.com - Kebijakan pemerintah berkaitan dengan larangan mudik meski belum bisa dikatakan optimal tapi dinilai cukup efektif. Terutama untuk menahan sebaran dari perkotaan ke wilayah perdesaan. Hal tersebut dapat dilihat dari survey persepsional terhadap 42.890 responden dari Balitbang Kemenhub tentang keinginan untuk tetap mudik setelah pelarangan yang hanya 11 persen. Bahkan upaya sosialisasi tentang penyekatan dan kesulitan perjalanan akibat penyekatan yang diekspos oleh media juga dapat menekan minat mudik, dari 11 persen menjadi hanya 7 persen.
"Upaya menekan mudik di DIY meski belum optimal, tapi cukup berhasil. Namun demikian secara nasional terdapat satu hal yang disayangkan yaitu bahwa selama periode libur terdapat penyempitan makna pesan dari larangan interaksi fisik menjadi seolah hanya larangan mudik. Cukup banyak fakta yang menunjukkan bahwa interaksi fisik yang tidak mengindahkan protokol kesehatan terlihat di banyak tempat. Hal tersebut terlihat dari lemahnya penegakan protokol di tempat-tempat wisata dan pusat perbelanjaan dan tempat makan minum. Termasuk juga silaturahmi antar keluarga, ditemukan dapat berisiko mengabaikan protokol kesehatan (Prokes)," kata peneliti dari Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr Arif Wismadi di Yogyakarta, Senin (17/5/2021) malam.
Arif menyatakan, adanya interaksi fisik yang tidak mengindahkan protokol kesehatan terlihat di banyak tempat butuh perhatian serius. Hal yang cukup mengkhawatirkan adalah adanya risiko kasus transmisi yang tidak terpantau ketika tracing dan testing di daerah perdesaan lebih sulit dilakukan. Dengan fasilitas test yang lebih terbatas, kemungkinan adanya OTG atau penderita yang tidak tercatat bisa tersebar di perdesaan.
Upaya rapid antigen acak di perbatasan wilayah, namun tanpa adanya tindak lanjut seperti karantina terkendali akan menjadi kurang efektif dalam menahan penyebaran. Dampak. dari situasi tersebut adalah pengambilan kebijakan untuk penanganan Covid menjadi harus lebih hati-hati karena tidak diperolehnya data tracing yang baik.
"Data dan informasi yang sebelumnya cukup handal, saat ini harus sangat hati-hati dalam interpretasinya. Penurunan kasus baru misalnya, harus divalidasi kembali untuk menggambarkan kondisi sesungguhnya. Dalam dua pekan ke depan semua pihak yang berkepentingan dengan data untuk pengambilan kebijakan penanganan Covid-19 harus cermat untuk fokus pada pemantauan dan interpretasi data kasus. Khususnya di wilayah perdesaan, termasuk di DIY," terangnya.(Ria)