YOGYA (KRJOGJA.com) - Direktorat Jenderal Pendidikan Vokasi Kemendikbud bersama Gerakan Sekolah Menyenangkan (GSM) terus memberikan pelatihan-pelatihan untuk mengubah mindset dan perilaku guru. Yaitu fungsi guru yang lebih menjadi fasilitator, katalisator sekaligus pemimpin perubahan pada paradigma pendidikan yang baru.
Pendiri GSM, Muhammad Nur Rizal mengatakan, ada orientasi dan strategi yang salah di dalam pengembangan profesionalisme guru, yaitu ketidaksinkronan antara materi pelatihan dengan sistem penilaian karir guru yang cenderung administratif, bukan pada performa mengajar yang sebenarnya.
Menurut dia, berdasarkan banyak wawancara dengan guru di lapangan, mereka menyatakan bahwa kurikulum dan pendampingan guru tersebut tidak cukup praktis dan operasional untuk diterjemahkan ke dalam proses pembelajaran dan aktivitas di dalam kelas. "GSM memiliki arah dan strategi pelatihan dan pendampingan guru yang berbeda dengan yang telah dilakukan oleh pemerintah sebelumnya," terang Nur Rizal dalam keterangan tertulis kepada KRJOGJA.com, Rabu (24/3/2021).
Dijelaskan Nur Rizal, materi pelatihan GSM lebih banyak memantik guru untuk mengubah arah dan paradigma pendidikan dari penyeragaman ke personalisasi. Selain itu mengubah dari penguasaan konten pengetahuan ke wellbeing siswa untuk memiliki kualitas hidup yang seimbang, yakni menguasai teknologi, kemajuan ekonomi dan mampu memecahkan masalah sosial yang lebih kompleks di kemudian hari.
Tidak berhenti disitu, GSM mendorong para guru untuk membentuk komunitas guru yang saling mendukung dan menguatkan satu sama lain dalam mencapai profesionalisme mengajar mereka. "Komintas guru inilah yang akan menjadi perekat sekaligus wadah bagi guru untuk sadar dan mampu merevisi sistem pengajaran yang telah dilakukan selama ini agar memberikan hasil belajar siswa sekaligus menumbuhkan karakter pembelajar sepanjang hayat pada diri siswa," pungkasnya. (Dev)