SEJARAH sastra Indonesia bisa ditemukan runtut dan rapi. Ada dokumentasi jelas periodisasi sastrawan. Mulai Angkatan Pujangga Lama hingga angkatan 2000, banyak yang mencatat dan tercatat.
Seiring berubahnya zaman, meningkatnya kemajuan teknologi, periodisasi era kepenulisan malah amburadul. Karena tidak ada lagi yang memasukkan dalam angkatan berikutnya.
Penulis generasi sekarang terlalu asyik dengan diri sendiri. Bisa menulis, dimuat media, kemudian pamer (karya yang telah dimuat) di media sosial, sudah cukup baginya. Mereka merasa tidak perlu kenal penulis-penulis sebelumnya.
Realitas ini membuat mereka tidak dikenal para penulis senior yang benar-benar telah tertahbiskan sebagai sastrawan. Sehingga para sastrawan senior atau pengamat sastra, tak punya referensi nama-nama penulis generasi bawahnya yang akan dimasukan ke angkatan sastra berikutnya. "Tak ada generasi sastra lagi, sudah tamat sekarang," kata A'Syam Chandra Manthiek, penyair angkatan 90.
Berikut obrolan KRJOGJA.com dengan sastrawan berusia 52 tahun yang tinggal di Gamping Tengah Ambarketawang Gamping Sleman Yogyakarta itu.
Tiba-tiba Anda mengunggah video pembacaan puisi ke YouTube. Tuntutan zaman, ikut-ikutan atau antologi puisi era sekarang bukan dalam bentuk buku tapi di YouTube?
Kecenderungan masyarakat saat ini ke media sosial. Jika saya bikin konten untuk YouTube, pembacaan puisi baru saya, itu hanya untuk dokumentasi saja. Selama ini saya kan paling malas mendokumentasikan karya. Siapa tahu ada gunanya. Tak termotivasi mencari uang seperti YouTuber lain. Sebagai penyimpan karya saja.
Karena untuk menyimpan berarti akan bikin konten terus untuk YouTube?
Betul. Tapi tidak bisa dipaksa. Kapan mau bikin? Ada waktu, ada mood, ya bikin. Seluangnya. Dan semaunya. Tak ada pikiran yang lain.
Respons teman-teman terhadap aksi Anda di YouTube?
Banyak yang mengapresiasi. Terutama teman-teman penyair. Orang yang paham sastra.
Teknologi makin maju, dan menjadi acuan sebagian orang. Berpengaruh terhadap sastra tidak?
Sama saja. Tergantung orangnya. Artinya lebih pada kualitas. Tidak asal menulis. Bagaimana sastra daring harus yang berkualitas.
Merebaknya media sosial yang diserbu penulis muda, menyebabkan pengamat kesulitan menulis daftar angkatan sastra. Karena tidak ada referensi dan tidak tahu mana yang harus dimasukkan. Realitas ini membuat sebagian orang sastra menyatakan tak ada lagi angkatan sastra. Menurut Anda?