YOGYA, KRJOGJA.com - Selama libur Natal dan Tahun Baru (Nataru), penutupan jalan di kawasan Malioboro dari kendaraan bermotor mulai pukul 18.00 WIB sampai 21.00 WIB, untuk sementara tidak diberlakukan. Kebijakan tersebut dilakukan guna mengantisipasi adanya kerumunan wisatawan dalam momentum Nataru yang bisa memicu penularan Covid-19. Jadi, pengaturan selama mega event tertentu, termasuk event Nataru dan khususnya dalam masa pandemi memang diperlukan.
"Keberadaan pedesterian dan tentunya keistimewaan Malioboro dalam menarik pengunjung memberikan kesempatan bagi tumbuhnya sektor ekonomi. Meski begitu disisi lain juga menimbulkan kekhawatiran akan timbulnya klaster Nataru. Kebijakan membuka kembali Malioboro untuk kendaraan bermotor lebih pada upaya mencegah agar seseorang tidak menularkan. Dalam hal ini kendaraan yang digunakan untuk masuk ke kawasan akan dapat menjadi penghalang fisik untuk para pengunjung berkerumun terlalu dekat," kata peneliti di Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr Arif Wismadi di Yogyakarta, Senin (28/12/2020).
Menurut Arif, pencegahan timbulnya kerumunan dapat melindungi agar orang tidak tertular, dan juga mencegah agar tidak menularkan. Namun demikian dengan masuknya kendaraan di wilayah Malioboro, ada konsekuensi ruang untuk manusia akan berkurang. Jika pengunjung tetap apalagi bertambah sementara ruang untuk berkumpul berkurang maka kondisi berdesakan akan lebih dirasakan. Untuk itu penegakan protokol kesehatan khususnya physical distancing harus ditegakkan.
"Apabila petugas tidak cukup dan pengunjung yang mengalir tetap bertambah, maka perlu ada kebijakan buka tutup. Sistem buka tutup akan bisa mengendalikan kepadatan orang di dalam kawasan, namun berimplikasi pada kelancaran aliran kendaraan," ungkapnya.
Arif mengungkapkan, guna mengurangi risiko kemacetan maka penutupan akses dapat dilakukan untuk moda yang berbeda-beda. Misalnya dengan pemberlakukan giratory maka kendaraan yang lebih kecil diatur alirannya pada ring atau sisi ruas terdalam. Sedangkan kendaraan yang lebih besar dibatasi aksesnya hanya putaran pada ring yang lebih luar.
Selain kerumunan, yang perlu diingatkan pada pengunjung dan petugas adalah bahwa salah satu titik kritis penularan adalah tempat makan minum. Karena sesungguhnya sangat penting untuk mencegah terjadinya klaster pada kegiatan itu. Pasalnya saat makan minum maka wajah, mulut dan hidung akan terbuka. Selain itu resiko kontaminasi virus dari orang-orang di sekitar menjadi harus dihindari.
"Untuk itu seyogyanya selain menjaga jarak antar orang, untuk pencegahan, makanan dan minuman yang disajikan harus sangat panas. Karena pada suhu 63 derajat Celcius dapat menghilangkan kontaminasi virus dengan faktor 1000. Makan minum yang tidak panas seyogyanya hanya diperbolehkan dijual dalam kemasan yang tidak terkontaminasi," terangnya.(Ria)