YOGYA, KRJOGJA.com - Seruan pembubaran FPI mencuat beberapa waktu terakhir. Pro dan kontra mengiringi mencuatnya isu yang mulai ramai semenjak kepulangan Muhammad Rizieq Shihab ke tanah air.
Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah pun memberikan tanggapan terkait maraknya seruan pembubaran FPI. Muhammadiyah memilih menyerahkan kebijakan pembubaran ormas tersebut kepada pemerintah yang dinilai memiliki aturan perundangan jelas.
Ketua PP Muhammadiyah, Haedar Nashir mengatakan tokoh agama dan ormas keagamaan seharusnya lebih mengedepankan komitmen keberagaman daripada menonjolkan simbol-simbol yang memecah belah. Hal itu akan menjadi contoh bagi keberagaman Indonesia yang maju dan mencerahkan.
“Saya sepakat dengan Buya (Syafii Maarif) untuk tidak mendewakan sosok yang mengaku keturunan Nabi Muhammad karena hal tersebut merupakan bentuk perbudakan spiritual. Ormas sebagai gerakan dakwah seharusnya tidak membuat simbolisasi pengkultusan sosok, sebab simbolisasi itu bisa membuat mereka justru terjebak pada syirik dan tidak dibenarkan dalam Islam. Karena itu Muhammadiyah lebih concern pada bagaimana agama itu dipraktikkan dengan tindakan yang menampilkan perilaku, ucapan, langkah dan perbuatan yang membawa kehidupan rahmatan lil 'alamin,†ungkapnya dalam konferensi pers virtual, Senin (23/11/2020).
Meski demikian, terkait desakan pembubaran FPI yang mencuat, Haedar menyebut hal tersebut merupakan keputusan negara. Menurut dia, negara memiliki instrumen berupa aturan perundangan yang bisa diimplementasikan dalam hal ini.
“Negara sudah punya undang-undangnya. Negara sudah punya aturan dan negara sudah punya perangkat. Nah, bagaimana implementasi dari semua itu sudah semua itu, sudah sepenuhnya tanggungjawab negara,†sambungnya. (Fxh)