YOGYA (KRJogja.com) – Karena banyak pasal-pasal kontroversi, sejak awal Muhammadiyah meminta kepada DPR untuk menunda, bahkan membatalkan pembahasan RUU Omnibus law. Apalagi bangsa ini masih dalam masa Covid-19.
Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Prof Dr Abdul Mu’ti mengemukakan hal tersebut kepada media, Rabu (7/10). Hal tersebut disampaikan terkait pengesahan RUU Cipta Kerja menjadi UU Cipta Kerja, Selasa (6/10) serta adanya rencana aksi besar-besaran Kamis (8/10).
Menurutnya, dalam pembahasan RUU ini tidak mendapatkan tanggapan luas dari masyarakat. Padahal seharusnya sesuai UU, setiap RUU harus mendapatkan masukan dari masyarakat. Namun pembahasan cenderung tergesa dan diam-diam. “Tetapi, DPR jalan terus. UU Omnibus tetap disyahkan. Memang usul Muhammadiyah dan beberapa organisasi yang mengelola pendidikan telah diakomodir oleh DPR. Lima UU yang terkait dengan pendidikan sudah dikeluarkan dari Omnibus Cipta Kerja,†tandas Mu’ti.
Meski demikian nyatanya lanjut Mu’ti, masih ada pasal terkait dengan perizinan yang masuk dalam Omnibus Cipta Kerja. Memang soal ini akan diatur dalam Peraturan Pemerintah. “Karena itu, Muhammadiyah akan wait and see bagaimana isi Peraturan Pemerintah,†tambahnya.
Muhammadiyah kata Sekum PP, mengajak semua elemen masyarakat sebaiknya dapat menahan diri dan menerima keputusan DPR sebagai sebuah realitas politik. Kalau memang terdapat keberatan terhadap UU atau materi dalam UU dapat melakukan judicial review. Demo dan unjuk rasa tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan akan menimbulkan masalah baru. (Fsy)