KETIKA mengalami kerugian besar dalam berbisnis, kebanyakan orang langsung down. Namun ini tidak berlaku bagi Mochammad Hidayat Rifai (27), owner Carousel, salah satu brand clothing tersohor. Justru kegagalan ketika pertama kali menerjuni bisnis, membuatnya bangkit dan ingin balas dendam. Dia ingin membayar kegagalan tersebut dengan kesuksesan.
Tahun 2013, Dayat, begitu pengusaha muda warga Beningan Sendangadi Mlati Sleman ini akrab disapa, terlibat dalam kepanitiaan pergelaran musik di kampus UNY. Saat itu mereka mendatangkan grup band Pure Saturday. "Itu pengalaman pertama saya menerjuni bisnis event organizer. Kebetulan saya suka otak-atik desain. Dengan modal tersebut saya melamar jadi panitia inti pergelaran musik di kampus. Ternyata diterima. Jadilah kami berlima menjadi EO pergelaran tersebut," kisahnya.
Dalam praktiknya, perjalanan event tak semulus yang diprediksi. Bahkan, tiket pesawat untuk artis dan kru berjumlah 18, Jakarta-Yogya, baru bisa terbeli H-1. Bisa dibayangkan, betapa paniknya panitia. Terlebih tiket sejumlah 3 ribu lembar yang disiapkan, hanya laku 2 ribu lembar. Jadilah panitia babak belur menanggung kerugian.
"Kami rugi Rp 80 juta. Kerugian tersebut menjadi tanggung jawab panitia. Akhirnya beban kerugian kami tanggung berlima, masing-masing Rp 16 juta," ungkapnya.
Uang sejumlah itu, bagi seorang mahasiswa jelas bukan nominal kecil. Dayat sendiri berusaha mencari dana talangan. Dia tak mau cerita kepada orangtua dan keluarga. Dengan pertimbangan nanti akan membebani mereka. "Dulu orang tua memberi jatah uang saku Rp 250 ribu setiap pekan. Pokoknya harus dicukup-cukupkan," ujarnya.
Karena punya tanggungan harus mengembalikan uang pinjaman Rp 16 juta, setelah kegagalan tersebut Dayat justru semangat. Dia ingin dapat uang secepat dan sebanyak mungkin agar kewajibannya mengembalikan pinjaman segera terselesaikan. Pengalaman menggelar event di kampus serta keahliannya membuat desain grafis, menjadi modal baginya untuk bergabung dengan EO-EO yang akan menyelenggarakan pergelaran.
Honor dari kerja di EO dia gunakan untuk membayar hutang. Kurang dari setahun, semua lunas. Tak hanya itu, dengan bergabung di EO, relasinya semakin luas, disamping memunculkan ide-ide segar untuk dijadikan peluang bisnis. "Ketika itu saya ikut menggarap koser JKT48. 'Merchandise' mereka unik dan menginsipirasi saya untuk menerjuni bisnis 'merchandise'," tambahnya.
Dayat yang memang punya bakat otak-atik desain, lalu membuat desain topi dipadu boneka karakter. Desain tersebut ditawarkan ke grup band dan artis untuk 'merchandise' mereka. Banyak yang merespons positif. Lalu dia kepikiran menjualnya ke khalayak umum. Desain yang dia rancang, ditawarkan secara online. Setelah order masuk, barang diproduksi dan kemudian dikirim ke konsumen.
Pesanan semakin banyak, membuatnya berpikir untuk mencari perajin topi dan boneka yang bisa diajak bermitra. Lalu pada 2014 dia ke bandung mencari partner kerja. Pertimbangannya, di sana banyak distro ang membuat produk kreasi boneka. "Dua hari saya di sana. Sangat sulit menemukan distro yang saya inginkan. Saya cari distro yang bisa mengerjakan orderan yang jumlahnya sedikit. Saat itu saya baru merintis, pelanggan masih terbatas," katanya serius.