YOGYA, KRJOGJA.com - Menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) fokus memantau Rekening Khusus Dana Kampanye (RKDK). Baik untuk partai politik (parpol) maupun untuk calon presiden dan wakil presiden.
Menurut Direktur Pemeriksaan, Riset dan Pengembangan PPATK Ivan Yustiavandana, Selasa (14/08/2018) setiap momentum Pemilu termasuk diantaranya adalah Pilkada, terjadi lonjakan transaksi yang dinilai mencurigakan meningkat hingga 100 persen. Sesuai regulasi, setiap individu hanya bisa memberikan dana maksimal Rp 75 juta. Sedangkan lembaga maksimal Rp 750 juta.Â
"Hanya saja, tidak ada regulasi yang mengharuskan setiap kegiatan itu harus diambilkan dari RKDK. Hal itu cukup menyulitkan PPATK dalam melakukan pengawasan," ungkap Direktur Pemeriksaan, Riset dan Pengembangan PPATK Ivan Yustiavandana, Selasa (14/8).
Ivan mencontohkan, ada kegiatan kampanye di lapangan. Disana pihak penyelenggara mendatangkan artis dan otomatis ada sewa tenda dan sebagainya. Dari parpol maupun pasangan capres-cawapres memilih membayarkan langsung untuk biaya sewa. Otomatis tidak mempengaruhi pada RKDK.
Terkait hal ini, PPATK sudah berkomunikasi dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku penyelenggara Pemilu agar semua pembiayaan kampanye diambilkan dari RKDK. Bukan dari sumber lain yang bersifat langsung.
Ivan tidak memungkiri akan banyak trik dalam pengelolaan dana kampanye yang dilakukan oleh tim pemenangan. Sebab untuk saat ini dana Rp 75 juta yang dimaksimalkan untuk individu dinilai tidak masuk akal. Untuk itu, pihaknya akan terus berupaya agar dalam setiap pengelolaan dana kampanye tidak sampaiÂ
Dalam pembuatan RKDK, satu rekening hanya untuk satu parpol maupun tim pemenangan. Dan itu harus disampaikan kepada KPU untuk diteruskan ke PPATK. "Ini dilakukan untuk menghindari adanya dugaan pencucian uang dalam dana kampanye," jelasnya. (Awh)