Krjogja.com - YOGYA - Badan Pusat Statistik (BPS) DIY merilis Indeks Ketimpangan Gender (IKG) 2022. Tercatat IKG DIY pada 2011 sebesar 0,240 atau turun 0,01 poin dibandingkan 2021 sebesar 0,250. Secara nasional, IKG 2022 sebesar 0,459 atau turun 0,006 poin dibandingkan 2021 sebesar 0,456.
IKG 2022 membaik dari 2021, di mana pada 2022 IKG sebesar 0,459 atau turun 0,006 poin dibandingkan 2021 sebesar 0,465. Perbaikan IKG ini dipengaruhi oleh ketercapaian pada dimensi kesehatan reproduksi dan pemberdayaan.
Kepala BPS DIY Herum Fajarwati mengatakan IKG DIY pada 2022 paling rendah dibandingkan provinsi lainnya. Artinya, kesetaraan gender di DIY terbaik di Indonesia karena apabila IKG semakin kecil nilainya maka semakin setara.
"Ada tiga dimensi yang digunakan dalam mengukur IKG ini. Pertama dimensi kesehatan reproduksi dengan dua indikator IKG yakni proporsi perempuan yang melahirkan hidup tidak difasilitas kesehatan (MTF) dan proporsi perempuan 15-49 tahun yang saat melahirkan hidup pertama berusia kurang dari 20 tahun (MHPK20)," jelasnya di Yogyakarta, Rabu (2/8/2023).
Herum menyampaikan yang kedua adalah pemberdayaan dengan dua indikator IKG yakni persentase penduduk usia 25 tahun ke atas dengan pendidikan SMA ke atas dan persentase anggota legislatif. Berikutnya dimensi ketiga adalah pasar tenaga kerja dengan satu indikator IKG tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK).
" Terdapat tiga indikator yang menempatkan DIY pada provinsi terbaik di Pulau Jawa di antaranya MTF, gap pendidikan minimal SMA dan gap TPAK. MPHK20 nomor dua di bawah DKI, gap keterwakilan legislatif nomor tiga di bawah Jawa Barat dan DKI," ujarnya.
Pada 2022, Herum berkata IKG DIY menempati urutan pertama secara nasional 0,240, disusul DKI urutan kedua nasional. Sedangkan provinsi dengan ketimpangan tertinggi di Pulau Jawa adalah Jawa Barat. Dari hasil penghitungan indikator IKG di kabupaten/kota di DIY, penurunan tertinggi ada di Sleman 0,10 poin dan Bantul pada 2022 naik 0,09 poin dari 2021.
"DIY lebih baik dibandingkan provinsi lain untuk pendidikan SMA sederajat. Dalam hal reproduksi, kesadaran masyarakat terhadap kesehatan sudah baik. Lalu indikator melahirkan pertama di usia kurang dari 20 tahun, kalau angkanya sedikit, artinya sudah ada kesadaran reproduksi yang lebih aman jangan menikah dini," ungkapnya. (Ira)