YOGYA (KRJogja.com) - Sastra Jawa akan lestari bila terbuka dengan masuknya asupan luar. Dengan 'asupan luar' sehingga kalau penulis Jawa mau 'melangkah' ke tempat lain, akan lebih mudah. Karena hakikatnya sastra Indonesia adalah sastra daerah karena semuanya berangkat dari lokalitas.
"Mulai novel Siti Nurbaya hingga Pengakuan Pariyen dan lainnya, adalah kisah-kisah lokal," tandas Guru Besar UNY Prof Dr Suminto A Sayuti dalam Temu Karya Sastra 'Tepung Sastra Serawung Dunung ing Ngaurip', Jumat (27/10). Pertemuan diselenggarakan Dinas Kebudayaan DIY diikuti sastrawan, penulia, guru Bahasa Jawa.
Disebut Suminto, adalah tidak mudah bila penulis, sastrawan Jawa untuk tetap di dalam romantisme sastra Jawa, yang semakin terbatas medianya. "Jadi mestinya tidak sekadar nguri-nguri tapi juga ngurip-ngurip dengan melangkah ke bagian lain. Kita terbuka masuk ruang kreatif dan ini tidak tercerabut dari asal Budaya Jawa," katanya.
Guru Besar UNY tersebut mengingatkan bahwa budayawan Jawa sekarang tentulah berbeda dengan pujangga kraton zaman dulu. Pujangga dulu tambahnya memang patronase Sultan/Raja. "Yang sekarang tentu sudah tidak bisa lagi. Dulu yang ngayomi raja, sekarang siapa?" katanya. (Fsy)