YOGYA, KRJOGJA.com - Meskipun pemerintah sudah melakukan sejumlah antisipasi untuk mengatasi kemacetan di wilayah Yogyakarta, termasuk dengan rekayasa lalu lintas pada masa libur Idul Fitri 2017, ternyata belum sepenuhnya dapat dikatakan lancar. Kepadatan tertinggi dapat dirasakan di sekitar pertemuan jalan lingkar dengan lalu lintas dari dan menuju kota, serta pada pusat kota.
"Dari pengamatan di lapangan dapat dikenali upaya rekayasa lalu lintas dan pengaturan arus kendaraan dengan analogi bundaran (round-about), namun diterapkan dalam skala kawasan (blok kota), bukan pada simpang. Meski secara sepintas berhasil mengalirkan, namun sebenarnya berimbas pada penurunan jumlah perjalanan penumpang," jelas peneliti di Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, Dr Arif Wismadi.
Arif Wismadi mengungkapkan, ukuran keberhasilan dalam mengurangi kemacetan bisa dilihat dari jumlah perjalanan orang dalam satu hari bukan hanya aliran kendaraan. Rekayasa lalu lintas sebenarnya bisa diterapkan dengan menutup sebagian simpang, sehingga kendaraan memutari kawasan yang diperlakukan seperti bundaran, misalnya di kawasan Kotabaru.
Dosen Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan UII itu menambahkan, apabila dicermati, salah satu dampak kemacetan di pusat kota adalah tidak lancarnya konektivitas antar moda, khususnya KAdan moda lanjutannya. Pemberlakuan titik penjemputan di Stasiun Tugu yang hanya pada pintu selatan berimbas pada menumpuknya penumpang yang tidak dapat diangkut baik oleh kendaraan umum, termasuk taksi, becak dan andong.
Bahkan kendaraan pribadi karena akses ke pintu Selatan dapat dikatakan tertutup atau sangat dibatasi. Sementara, di pintu utara yang hanya untuk pemberangkatan utulitasinya sangat rendah. "Kereta api sebenarnya termasuk yang paling nyaman, namun dengan pengalaman konektitivas moda lanjutan yang kurang menyenangkan dapat menurunkan citra layanan kota," ucap Arif. (Ria)