YOGYA (KR)- Puncak musim penghujan di wilayah DIY diprediksikan terjadi pada Januari sampai Februari ini. Hal itu bisa dilihat dari dinamika atmosfer yang menunjukkan adanya aktivitas penguatan monsun Asia.
Selain itu kondisi sirkulasi angin cenderung juga mendukung pertumbuhan awan hujan serta tekanan rendah di selatan Indonesia. Â Kondisi tersebut secara tidak langsung memicu munculnya daerah pertemuan angin yang mengakibatkan intensitas curah hujan tinggi.
"Potensi hujan dengan kategori sedang hingga lebat (intensitas di atas 150 milimeter) masih berpeluang terjadi sampai 10 hari ke depan. Karena peningkatan intensitas hujan itu disertai petir dan angin kencang masih akan terjadi sampai pertengahan Februari, masyarakat kami minta waspada," kata Koordinator Stasiun Klimatologi, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Yogyakarta, Djoko Budiono kepada KR di Yogyakarta,
Kamis (2/2).
Djoko mengungkapkan mengingat perubahan cuaca yang bersifat mendadak dan tergolong cukup ekstrem, masyarakat diimbau agar mewaspadai bencana hidrometeologi yang potensial terjadi dalam beberapa hari ke depan. Seiring dengan peningkatan curah hujan, seperti ancaman banjir, longsor, banjir bandang dan pohon tumbang memungkinkan terjadi.
"Datangnya bencana alam yang mendadak dan sulit diprediksikan menuntut kesiapan dari semua pihak. Sehingga saat bencana terjadi, masyarakat bisa mengetahui tindakan apa yang perlu dilakukan untuk menyelamatkan diri,†ungkapnya.
Djoko menambahkan, penyebab utama dari terjadinya hujan cukup lebat dalam 2 hari terakhir adalah munculnya tekanan rendah di sekitar Pulau Timor. Kondisi itu menyebabkan adanya pola angin konvergensi (pertemuan angin) dan belokan angin di Pulau Jawa. Akibatnya pertumbuhan awan-awan hujan di DIY jadi meningkat.
"Berdasarkan hasil pencatatan hujan yang kami lakukan kemarin di Stasiun Klimatologi Yogya tercatat intensitas hujan mencapai 61 mm dalam 1 hari. Apabila dilihat dari intensitas tersebut masuk kategori sangat lebat,†jelas Djoko. (Ria)