YOGYA (KRjogja.com) - Kapolda DIY Brigjen Polisi Ahmad Dofiri Rabu (28/12/2016) menceritakan pengalaman saat menangani pelaku klithih yang melakukan pengeroyokan hingga menyebabkan siswa Muhammadiyah 1 Yogyakarta meninggal dunia beberapa waktu lalu. M
Menurut Kapolda, hampir semua pelaku yang berusia antara 16-18 tahun merupakan anak yang kurang kasih sayang orangtua serta pernah menjadi korban kekerasan.Â
"Ada satu pelaku yang ayahnya pelaut, bertemu 6-7 bulan sekali, ada juga yang orangtuanya kerja di Belanda dan ia hanya tinggal bersama kakek neneknya, jadi memang hampir semuanya tak merasakan kasih sayang orangtua," ungkap Kapolda dalam diskusi Penanganan Kriminalitas Pada Remaja di DPRD DIY Rabu (28/12/2016).Â
Kapolda juga menemukan fakta bawasanya mereka sebenarnya pernah menjadi korban kekerasan dari pihak lain yang kemudian berkembang menjadi dendam. "Mereka ini balas dendam, pernah mendapat perilaku kekerasan dari pihak lain yakni SMA Muhi juga," imbuhnya.Â
Kapolda menmbahkan para pelaku tergabung dalam geng yang anggotanya merupakan siswa lintas sekolah. "Ternyata memang demikian, ada latarbelakang geng yang mau tidak mau atau suka tidak suka harus ditangani secara komprehensif tidak hanya membubarkan saja," tegas Kapolda.Â
Permasalahan geng lintas sekolah menurut Kapolda memerlukan komitmen bersama untuk menertibkan termasuk orang tua dan sekolah yang dirasa memegang peranan penting. Misalnya dari 1000 siswa di Muhammadiyah 1 paling hanya 50 murid saja yang terlibat kenakalan.
"Kita butuh juga komitmen orang tua dan sekolah untuk menerapkan aturan tegas untuk mengurai permasalahan geng ini, karena mereka pintar anak yang dibawah umur disuruh maju, yang senior sudah paham akan dapat masalah lebih besar dari segi hukum," pungkasnya. (Fxh)