YOGYA (KRjogja.com) - Rencana studi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) pembangunan New Yogyakarta International Airport (NYIA) yang dikeluarkan oleh Angkasa Pura I (AP I) mendapatkan kecaman dari Wahana Tri Tunggal (WTT), LBH Yogyakarta dan Walhi Yogyakarta. Mereka menilai bahwa rencana tersebut membuktikan proses pembangunan bandara mengandung kecacatan hukum.
Advokat LBH Yogi Zul Fadhli saat menggelar temu pers di kantor LBH Yogyakarta, Jumat (4/11/2016) mengatakan studi amdal tersebut semakin memperlihatkan bawasanya pembangunan bandara mengandung kecacatan hukum. Menurut dia, seharusnya tahapan studi amdal dilakukan jauh sebelum proses pembangunan yang saat ini sudah menyelesaikan proses ganti rugi tanah.
"Tahapan ini seharusnya dilaksanakan jauh sebelum turunnya IPL yang berupa SK Gubernur DIY no 68/KEP/2015. Seharusnya amdal dan ijin lingkungan jika nanti dianggap layak harus ada, tapi ternyata belum ada sudah terus berjalan sampai prosea ganti rugi," terangnya.
LBH menilai adanya rencana studi amdal yang dianggap telat ini hanya sebagai formalitas karena desakan publik mengenai ketidaktepatan proses pembangunan bandara di Temon Kulonprogo ini. "Karena itu kami dari WTT, LBH dan Walhi mengecam keras adanya rencana studi amdal pembangunan bandara NYIA dan seluruh proses amdal yang akan dilaksanakan," imbuhnya.
Sementara Halik Sandera, Ketua Walhi Yogyakarta menyatakan bawasanya lokasi Temon tersebut memang tidak memperhatikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. "Lokasi tersebut merupakan kawasan lindung geologi dari bencana Tsunami dan nyata tidak sesuai dengan peruntukan tata ruang dan nantinya tentu bisa berdampak pada kelangsungan keselamatan bandar udara," ungkapnya.
Martono, Ketua WTT menambahkan sampai saat ini mereka tetap berniat melaksanakan kegiatan bercocok tanam seperti hari-hari sebelumnya. Meskipun jumlahnya kini berkurang menjadi 300-an orang namun mereka bertekad tetap akan bertahan di lahan di Temon tersebut.
"Kami dari 600-an sekarang tinggal 300-an tapi kami tetap memanfaatkan lahan untuk pertanian karena itu lahan produktif. Kami hanya 15 persen tapi kami tidak kita berada di tengah-tengah dan posisi kami strategis, lahannya subur, jadi jangan dibuat bandara," ungkapnya. (Fxh)