Krjogja.com - YOGYA - Bahasa Indonesia pernah menjadi mata pelajaran penting di Australia, berpuluh tahun lalu. Prof George Quinn, peneliti sastra Jawa dari Australian National University, menyebutkan, dulu puluhan ribu anak belajar bahasa Indonesia, mulai pendidikan dasar, menengah, hingga perguruan tinggi. Bahkan di negara bagian Victoria, terdapat 60.000 yang mendapatkan pengajaran bahasa Indonesia.
"Tapi sejak 25 tahun lalu menyusut," kata Quinn pada peluncuran antologi 'She Wanted to be a Beauty Queen' di Dalem Natan, Kotagede, Yogyakarta, Sabtu (14/10/2023).
Selain bahasa Indonesia, di Australia ada empat universitas yang mengajarkan bahasa Jawa dan dua universitas mengajarkan bahasa Jawa kuno. Lelaki kelahiran Selandia Baru tahun 1943 tersebut mengatakan, penyebab utama bahasa Indonesia kurang menarik minat lagi karena bahasa Inggris global.
Baca Juga: Tak Ada di Lineup PSIM, Rakic Ternyata Alami Hal Ini
Internet menggunakan bahasa Inggris sebagai sarana utama komunikasi. Masyarakat Indonesia juga berusaha belajar bahasa Inggris.
Mahasiswa Australia pun berpikir, apa gunanya belajar bahasa asing (Indonesia) bertahun-tahun kalau orang Indonesia sudah pintar berbahasa Inggris "Kami datang ke Indonesia, orang Indonesia sudah bisa bahasa Inggris. Maka andalah yang jadi biang keladinya," kata Quinn menirukan alasan mahasiswa.
Pada dialog yang dimoderatori Gibran Nicholau tersebut, Quinn menyinggung bahasa dan sastra daerah, khususnya Jawa, yang kurang mendapat perhatian. Menurut Quinn, hal tersebut dipengaruhi munculnya kebudayaan nasional Indonesia. Di samping itu, ada warga Indonesia bahkan orang Jawa menyebut sastra Jawa tak berkembang.
Baca Juga: Provokasi Memancing Keributan, Tiga Pelajar Mendapat Pembinaan di Polsek Pleret
Siti Aminah, penulis asal Yogyakarta yang karyanya dimuat pada antologi, mengatakan, diterjemahkannya cerita cekak ke dalam bahasa Inggris menjadi pembuka pintu bagi perkembangan sastra Jawa untuk lebih dikenal. Diterbitkannya antologi memacunya untuk berkarya dan berinteraksi yang lebih baik dan unik. Menurutnya, sastra Jawa sejauh ini dalam penyampaiannya cenderung kalem, menghindari konflik, penjaga moral, penjaga harmoni.
Tentang bahasa Jawa, Aminah melihat belum ada payung (hukum) untuk menyebarluaskan, khususnya di pemerintahan. Memang pernah ada aturan pada hari tertentu menggunakan bahasa Jawa. Tapi kemudian, untuk menghindari kesulitan, rapat pada hari yang diwajibkan berbahasa Jawa pun digeser ke hari lain.
"Kalau ada payungnya, bahasa Jawa bisa jadi materi uji untuk masuk sebagai calon pegawai negeri, sehingga setiap pegawai wajib bisa berbahasa Jawa dengan baik," kata Aminah. (Ewp)