Krjogja.com - SLEMAN - Subdit Siber Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda DIY, Senin (13/11/2023) mengungkap kasus tindak pidana siber terkait penyebaran berita bohong dan atau pencemaran nama baik terhadap seorang mahasiswa UNY yang ramai di media sosial sejak beberapa hari terakhir.
Diketahui kasus yang ramai bermunculan terkait dugaan pelecehan seksual tersebut kini berubah menjadi penyebaran berita bohong setelah polisi berhasil mengamankan pelaku.
Baca Juga: BRI Write Fest Digelar! Kompetisi Berhadiah Ratusan Juta hingga Berpeluang Dapat Beasiswa S2
Dirreskrimsus Polda DIY, Kombes Pol Idham Mahdi mengatakan perkara tersebut bermula dari konten di Twitter (saat ini bernama X) @U*** pada tanggal 10 November 2023 tentang adanya dugaan kekerasan yang dialami oleh salah satu mahasiswa baru disalah satu universitas di Yogyakarta.
Konten tersebut berisi tangkapan layar percakapan kekerasan seksual dengan meminta mahasiswi untuk bertemu di tempat tertentu, tetapi balasan dari mahasiswa tersebut yaitu menolak dan dibalas kembali oleh salah satu pengurus BEM dengan mengatakan kata-kata ancaman menyebut dirinya BEM, sehingga bisa melakukan apapun.
Baca Juga: Sinopsis Bidadari Surgamu Senin 13 November 2023, Fadil PDKT Flora
"Tangkapan layar percakapan tersebut diunggah disertai dengan tulisan oleh mahasiswa baru, berupa penyesalan telah berkuliah di salah satu universitas tersebut dikarenakan sudah dilecehkan oleh salah satu pengurus BEM tersebut. Namun dalam tulisan itu menyebut mahasiswi tidak pernah berani melakukan pelaporan dikarenakan adanya ancaman, selain itu ia juga mengatakan bahwa sempat ingin melakukan bunuh diri dikarenakan tidak kuat dengan tindakan kekerasan seksual yang dialami," ungkap Idham.
Kemudian dalam postingan selanjutnya dari pihak yang mengaku mahasiswi baru tersebut mengatakan bahwa ia masih menghafal NIM dari pengurus BEM yang diduga melakukan kekerasan seksual. Akun media sosial X @U*** tersebut diikuti oleh kurang lebih 27,6 juta orang, dan dapat dilihat oleh publik, sehingga postingan tersebut sempat mendapatkan rating tinggi pada 10 November 2023 yang bertahan hingga 11 November. Pada salah satu komentar postingan tersebut menjelaskan bahwa pemilikj NIM tersebut adalah pelapor berinisial MF yaitu salah satu pengurus BEM.
Baca Juga: Pemerintah Akan Lindungi RS Indonesia di Gaza
"Pengunggah postingan pada akun X @U*** kemudian kita lakukan penelusuran berdasar laporan yang masuk. Kita dapatkan saudara RAN dengan menggunakan akun palsu dengan nama @Akun*** membuat tangkapan layar yang dibuat sendiri, memberikan tulisan yang menyebutkan NIM bahwa pelaku kekerasan seksual tersebut adalah MF, di mana foto profil pada aku tersebut merupakan mahasiswi teman satu angkatan, dengan dalih supaya lebih menarik sehingga diunggah oleh akun @U***," tandas Idham.
Polisi mengungkap, alasan RAN menggunakan MF sebagai objek pemberitaan yaitu karena rasa sakit hati saat mendaftar BEM. RAN diketahui tidak lolos atau ditolak sedangkan MF diterima sebagai anggota BEM.
"Kemudian dilanjutkan pada saat RAN menjadi panitia acara di salah satu universitas tersebut RAN ditegur oleh MF melalui pesan pribadi. Ini kemudian membuat RAN merekayasa berita tersebut yaitu supaya menjadi pemberitaan dikalangan fakultas dan MF dikeluarkan dari anggota BEM," lanjutnya.
MF menurut pihak kepolisian tidak pernah melakukan tindakan kekerasan seksual seperti berita yang beredar di sosial media. Foto yang digunakan sebagai profil pada akun media sosial X @Akun*** yang merupakan teman perempuan satu angkatan RAN, di mana tidak pernah menjadi korban kekerasan seksual.
"Kami amankan RAN, laki-laki, 19 tahun, mahasiswa, Tegalrejo, Yogyakarta dengan barang bukti 1 (satu) unit handphone merk samsung seri galaxy A02s warna hitam kemudian akun Twitter (X) dengan nama @Akun***. Selain itu kami amankan juga MO atas penyebaran berita bohong dan atau pencemaran nama baik dengan cara pelaku menunggah konten di media sosial Twitter (X) dengan menggunakan akun palsu dengan nama @Akun***, membuat tangkapan layar yang dibuat sendiri, memberikan tulisan yang menyebutkan NIM pelaku dan menyebutkan bahwa korban melakukan kekerasan seksual," tegasnya.
Para pelaku dijerat dengan Pasal 45A ayat (1) jo Pasal 28 ayat (1) dan/atau Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang peraturan hukum pidana dengan ancaman maksimal 10 tahun penjara. (Fxh)