Krjogja.com, YOGYA - Penderita gangguan mental di DIY menempati urutan kedua di Indonesia setelah Provinsi Bali. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri, bahkan bunuh diri.
Seperti yang pernah diungkapkan oleh Kapolda DIY Irjen Suwondo Nainggolan, jumlah kasus bunuh diri yang terjadi di DIY selama 2023 cukup signifikan, mencapai 36 kasus hingga akhir Agustus 2023. Jumlah kasus bunuh diri itu termasuk dua kasus untuk orang berusia di bawah 20 tahun dan 14 kasus orang berusia 20-40 tahun.
Pemerhati masalah sosial, ekonomi, dan kesehatan Dra Prima Sari mengatakan Provinsi DIY memiliki jumlah remaja dan mahasiswa yang cukup banyak. Mereka termasuk dalam Generasi Z atau Gen Z (kelahiran 1997-2012).
"Kenyataannya masih banyak kasus kesehatan mental dan tingkat kesehatan mental yang rendah pada remaja DIY," kata Prima kepada wartawan, Jumat (05/01/2024) petang.
Data pada 2022 menunjukkan bahwa Gen Z memang menjadi generasi yang paling banyak merasa memiliki masalah kesehatan mental dibandingkan generasi sebelumnya, yaitu Generasi X (kelahiran 1965-1980) dan Generasi Milenial (kelahiran 1981-1996). Setidaknya terdapat 59,1 persen Gen Z yang merasa memiliki masalah kesehatan mental, sementara Generasi Milenial hanya sebanyak 39,8 persen dan Gen X 24,1 persen.
Namun, apakah dari data tersebut menunjukkan bahwa Gen Z memiliki mental yang lemah? Faktanya, setiap generasi memiliki risiko yang sama untuk mengalami masalah mental. Hanya saja, Gen Z, yang disebut juga iGeneration atau generasi internet, sejak kecil sudah mengenal teknologi dan akrab dengan gadget canggih yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap kepribadian mereka.
Media sosial (medsos) dan Gen Z bagaikan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Sayangnya, jika tidak digunakan secara bijak, informasi pada media sosial bisa berpengaruh terhadap kesehatan mental generasi Z.
"Apa yang terlihat di media sosial sering kali menjadi standar dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Padahal, apa yang terlihat di media sosial tak jarang hanyalah sisi baik dari satu hal saja," kata Prima yang juga calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Demokrat untuk Dapil DIY.
Menurut Prima, salah satu dampak medsos pada remaja yaitu stres karena mereka tidak bisa mengikuti 'standar' orang lain. Hal ini juga yang membuat risiko masalah kesehatan mental lebih tinggi pada Gen Z.
Oleh karena itu, penting untuk menyaring informasi yang beredar di internet. "Bagi orang tua, apalagi dengan anak-anak di bawah umur, hendaknya memberikan pendampingan kepada anak saat menggunakan internet. Bekali anak dengan mengajarkannya cara menggunakan internet dengan bijak serta bermain medsos dengan aman," ungkapnya.
Media sosial sering kali juga digunakan sebagai tempat curhat untuk menyalurkan emosi negatif. Sayangnya, hal ini sering kali menjadi bumerang bagi kesehatan mental Gen Z. Apa yang ditampilkan pada medsos tidak lepas dari berbagai konsekuensinya.
"Jika menghadapi suatu permasalahan, pertimbangkan kembali sebelum Anda membagikan segala sesuatu ke medsos. Akan lebih baik jika dincari penyebab utama dari masalah yang sedang dihadapi dan berusaha memperbaikinya dari sana ketimbang berkeluh kesah atau curhat pada medsos," imbau Prima.
Kurangnya perhatian orang tua terhadap perubahan perilaku yang terjadi pada remaja membuat remaja tidak mendapatkan dukungan sosial yang memadai. Prima mengungkapkan bahwa permasalahan sosial dan kurangnya dukungan sosial rentan memicu depresi pada remaja, terutama ketika tidak adanya penerimaan diri dan lingkungan.
Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang kesehatan jiwa oleh remaja dan orang di sekitarnya menunjukkan bahwa mereka belum memiliki bekal yang cukup mengenai masalah kejiwaan. Namun, remaja dapat menjadi agen perubahan terhadap stigma negatif yang berkembang mengenai kesehatan mental.
"Hal ini dikarenakan usia remaja dianggap usia paling efektif dalam memulai edukasi berbasis media. Remaja juga dapat saling memengaruhi remaja lainnya secara positif dalam hal pemahaman dan kebiasaan terhadap suatu tren," pungkas Prima.
(Bro)