KRjogja.com, YOGYA - Penyaluran elpiji 3 kg terus meningkat sampai sekarang. Bahkan untuk tahun 2023 saja, realisasi penyaluran mencapai 8,05 juta metrik ton (MT), atau di atas kuota anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yakni 8 juta MT.
Jumlah tersebut dimungkinkan akan meningkat (melebihi kuota) pada tahun 2024. Supaya penyaluran elpiji 3 kg tepat sasaran dan meminimalisir adanya kebocoran, pemerintah membuat beberapa kebijakan. Salah satunya saat membeli elpiji 3 kg harus menunjukkan KTP.
"Penyaluran elpiji 3 kg bersifat terbuka, dimana masyarakat yang telah mendaftarkan diri di pangkalan resmi Pertamina dapat membeli produk tersebut dengan menunjukkan KTP. Adanya kondisi itu dikhawatirkan bisa menyebabkan adanya penyaluran yang kurang tepat sasaran. Idealnya penyalurannya tertutup dan dikhususkan kepada masyarakat terseleksi yang memenuhi syarat sebagai penerima subsidi,"kata dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta, MM CDMP di Yogyakarta, Jumat (26/1).
Menurut Widarta, pemerintah perlu mensosialisasikan dan menyampaikan kebijakan berkaitan dengan elpiji 3 Kg kepihak-pihak terkait.Seperti masyarakat dan pasar, hal itu penting supaya dasar kebijakannya menjadi jelas dan tidak abu-abu.
Baca Juga: Ide Trik Shot Foto Keren dan Instagramable di Pantai, Wajib Kamu Coba
Selain itu pendataan ulang adalah menjadi sangat penting. Setelah pemerintah menyelesaikan pendataan pembelian elpiji 3 kg wajib pakai KTP, akan ada opsi perubahan untuk mendapatkan barang subsidi energi tersebut bagi masyarakat miskin yang terdata.
"Jika pemerintah berharap kebijakan subsidi tepat sasaran, maka langkah yang wajib dilakukan juga adalah menetapkan secara jelas dan tegas mengenai peraturan. Terutama terkait tentang siapa penerima subsidi yang berhak, volume subsidi, serta sanksi. Hal itu diyakini bisa mengendalikan distribusi elpiji 3 kg dengan benar dan tepat sasaran," terangnya.
Lebih lanjut Widarta menambahkan, apabila pihak-pihak terkait sudah mendapatkan sosialisasi dengan baik. Seandainya ada pelanggaran sanksinya bisa jelas, begitu pula soal sanksi yang akan dijatuhkan. Tidak seperti selama ini dimana tidak ada dasar hukum tegas diterapkan, baik lewat peraturan presiden (Perpres) atau peraturan menteri (Permen), sehingga kuota elpiji terus membesar.
Meski begitu juga perlu dipertimbangkan bahwa masyarakat sudah terbiasa menggunakan dan memperoleh subsidi energi dan bisa diakses oleh semua lapisan masyarakat (riilnya).
"Saya kira pemerintah perlu memberikan edukasi pada masyarakat tentang arti pentingnya enerji yang tepat sasaran. Kebijakan transformasi subsidi energi menjadi subsidi berbasis orang atau penerima manfaat sebaiknya dilakukan secara bertahap dengan mempertimbangkan kesiapan data, infrastruktur, serta kondisi ekonomi dan sosial masyarakat," paparnya. (Ria)