Krjogja.com, YOGYA - Memperingati Hari Batik Nasional, pengurus dan anggota Paguyuban Pecinta Batik Indonesia (PPBI) Sekar Jagad melakukan napak tilas batik-batik di Kraton Yogyakarta, Rabu (2/10/2024), dilanjutkan melihat koleksi batik milik keluarga GBRAy Murdokusumo (kerabat Kraton Yogyakarta).
Ketua II PPBI Sekar Jagad, Afif Syakur menuturkan, Hari Batik Nasional merupakan perayaan nasional Indonesia untuk memperingati ditetapkannya batik sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Dengan peringatan hari batik ini, masyarakat semakin tahu dan peduli terhadap batik.
"Batik bukan hanya sekedar fisik, tapi sebuah proses rintang warna dengan malam panas dan alat canting tulis atau cap yang mempunyai makna. Itulah kelebihan dari batik Indonesia," kata Afif. Turut hadir Ketua Umum PPBI Sekar Jagad GBPH Prabukusumo dan Ketua I PPBI Sekar Jagad Laretna T Adishakti, serta dua pencinta batik dari luar negeri yaitu Brigitta Willach (Jerman) dan Rika Tsukano (Jepang).
Brigitta Willach mengatakan, dirinya pertama kali berkunjung ke Indonesia di tahun 1985 dan langsung jatuh cinta dengan Indonesia dan batik. "Sebagai seorang seniman batik di Jerman, saya ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang motif-motif batik Indonesia, daerah asal motif batik, sejarah dari motif batik tersebut serta makna dari sebuah motif batik," katanya.
Sedangkan Rika Tsukano mengaku terkesima dengan keindahan batik Indonesia, terutama batik Yogyakarta yang sarat akan filosofi kehidupan manusia (daur hidup) mulai kelahiran sampai kematian. Ia mengaku ingin sekali bertanya langsung secara lebih mendalam dengan pelaku batik yang mengetahui sejarah yang melatarbelakangi terciptanya sebuah motif batik di suatu daerah.
"Nanti akan saya ceritakan ke orang-orang di Jepang, karena mulai banyak orang Jepang yang menyukai batik dan belajar membatik," kata Rika yang membuka workshop membatik di Jepang.
Lebih lanjut dikatakan Afif, saat ini batik bukan lagi hanya miliki orang Jawa, tetapi sudah milik Indonesia dan dunia internasional. Batik juga tidak hanya dibuat di Indonesia tapi juga ada di negara-negara lain, seperti Malaysia, India dan Tiongkok. "Di negara lain memang ada batik, tapi batik di Indonesia diciptakan agar si pemakainya menjadi mulia," ujarnya.
Menurut Afif, napak tilas batik sengaja dipilih ke Kraton Yogyakarta, karena memang batik berawal dari kraton sebagai batik larangan atau batik awisan. Batik tersebut dipakai oleh kalangan tertentu sebagai strata seseorang, menggunakan motif-motif batik tertentu.
"Di kraton ada batik daur hidup dari awal kelahiran sampai kematian. Hal ini menjadi bagian nyata bahwa batik adalah bagian dari masyarakat kita. Melalui kegiatan napak tilas dan anjangsana ini maka semakin erat bahwa batik ini sebenarnya bukan sekedar batik masa lalu atau sebagai sebuah cerita, tapi batik masa kini dan masa depan," pungkasnya. (Dev)