Kyai Solehuddin: Pemberi dan Penerima Politik Uang Masuk Neraka

Photo Author
- Minggu, 24 November 2024 | 20:30 WIB
Rois Syuriah PCNU Kota Yogyakarta KH Solehuddin Mansyur. (Foto: Lutfi)
Rois Syuriah PCNU Kota Yogyakarta KH Solehuddin Mansyur. (Foto: Lutfi)

Krjogja.com, YOGYA - Rois Syuriah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kota Yogyakarta KH Solehuddin Mansyur mengingatkan para pasangan calon dalam Pilkada di manapun untuk tidak mengotori pelaksanaan Pilkada dengan perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan ajaran agama dan melanggar aturan negara, misalnya melakukan money politics atau memberi politik uang kepada masyarakat yang diharapkan memilihnya.

“Saya berharap, agenda pesta demokrasi di negara yang kita cintai ini, yaitu pemilihan kepala daerah yang akan kita laksanakan besok Rabu 27 November bisa berjalan sebaik-baiknya. Bisa bisa lancar, damai dan tidak ada halangan apapun serta hasikan pemimpin yang bisa menjalankan amanah dengan sebaik-baiknya,” kata KH Solehuddin Mansyur kepada KRjogja.com, Minggu (24/11).

Dijelaskan, kepemimpinan itu adalah amanah. Karena kepemimpan itu wasilah atau cara/jalan untuk menuju kebaikan, jalan kemuliaan. Karena itu ia berharap semua paslon di tingkat apapun hendaknya bisa menjaga jalannya Pilkada dengan baik, yang bersih, terjauhkan dari hal-hal yang mengotori akan kemulian proses pemilihan kepemimpinan dan proses keberlanjutan kepemimpinan

Karena itu jangan sampai melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama dan negara, misalnya adanya suap menyuap. Praktik politik uang atau money politics tergolong suap menyuap. Sedang berdasarkan Hadis Nabi Muhammad SAW, arrosyi wal murtasyi finnar yang artinya orang yang menyuap mapun yang menerima suap, makan tempatnya kelal di neraka.

“Ketika sebuah kepemimpinan dipandang sebagai amanah, maka kepemimpinan itu adalah kemuliaan dunia dan akhirat, karena dari kepemimpinan itu bisa membawa banyakn kebaikan, kesejahteraan bagi masyarakatnya, bisa mendatang kegembiraan atau hal lain terkait kesenangan manusia lain,” jelasnya.

Ketika seseorang menyuap untuk mendapatkan jabatan atau amanah, maka pasti tidak akan sampai di situ. Nantinya pasti ingin uang yang keluarkan bisa didapatkan ganti saat menjabat. Akhirnya amanah kepemimpinannya menjadi terlantar dan tidak tercapai. “Dalam realitas kita lihat banyak kepala dareah yang tidak berujung pada husnul khotimah, tapi su’ul khotimah, ia ditangkap KPK dan masuk penjara,” katanya.

Begiti juga masyarakat, hendaknya jangan tergiur oleh bujuk rayu suap. Karena orang yang menerima suap juga menjadi bagian dari siklus dari penyuapan. Penerima suap atau politik uang kelak tempatnya juga di neraka. Masyarakat juga harus melihat bahwa kepemimpinan itu amanah.

Untuk itu ketika akan memilih pemimpin haru melihat kualitas calon pemimpin. Hendaknya juga berijtihad untuk memilih yang terbaik. Tanyakan hati nurani terdalam siapa yang layak jadi pemimpin daerahnya. Jadi, masyarakat juga jadi pendorong penyebab jalannya sebuah kepemimpinan.

“Karena itu marilah kita hindari suap. Kalau ada yang datang mau menyuap kita, jangan diterima, karena uang suap itu bisa membuat celaka di kemudian hari bila pemimpin yang dipilih nantinya tidak amanah,” harapnya. (Fie)

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X