Krjogja.com - YOGYA - Di masa lalu, setiap kali membicarakan tentang polisi, maka yang terbayang adalah sosok Jenderal Hoegeng yang bisa dibilang paling komplit, sehingga mewakili Polisi Indonesia. Namun kenangan positif tentang Polisi Indonesia tersebut terhapus oleh rentetan peristiwa, terutama setelah reformasi.
Demikian dikatakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Tamsil Linrung saat menjadi pembicara kunci dalam Seminar Nasional Reformasi Polri bertema 'Mewujudkan Polri yang Bermartabat, Profesional dan Berintegritas' di Auditorium Lt.5 Gedung Sekolah Pascasarjana UGM, Kamis (13/3/2025).
Seminar diselenggarakan oleh Setjen DPD RI bekerja sama dengan Keluarga Alumni Pascasarjana Universitas Gadjah Masa (Kapasgama).
Seminar menghadirkan narasumber lain Irjen Pol Suwondo Nainggolan (Kapolda DIY), Dr Budi Wahyuni MM MA (Komisioner Komnas Perempuan RI Periode 2015-2019), Jusman Dalle (Digital Strategist Consultant), Dr Zaenal Arifin Mochtar SH LLM (Pakar HTN FH UGM), Eko Riyadi SH MHum (Dosen FH UII, Direktur Pusham UII) dan Dr Trisno Raharjo SH MHum (Dosen FH UMY).
Menurut Tamsil, rentetan peristiwa yang mencederai citra polisi, dimulai tragedi yang melibatkan Fredy Sambo, mantan Kadiv Propam yang terseret dalam skenario pembunuhan Brigadir J, dan menjadi perhatian publik. "Begitu terjadi kasus Sambo, maka ini semua membalikkan citra positif kepolisian," katanya.
Tidak berhenti disitu, salah satu isu besar yang belakangan mengusik reformasi Polri adalah soal netralitas institusi ini dari kepentingan politik. Istilah 'Partai Cokelat' yang dipopulerkan oleh Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mencerminkan kekhawatiran akan keterlibatan aparat kepolisian dalam politik praktis. "Meski dilatari oleh isu politik pecah kongsi, narasi soal Parcok ini harus segera disikapi," ujar Tamsil.
Data survei menyebutkan bahwa tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Polri berada di angka 60%, naik setelah berbagai perbaikan dilakukan pasca kasus besar seperti Ferdy Sambo. Selain itu Kapolri, Jenderal Listyo Sigit Prabowo juga telah menyerukan bahwa Polri harus lebih adaptif terhadap dinamika digital, dan responsif terhadap keluh kesah warganet.
Namun, yang dibutuhkan bukan sekadar respons reaktif terhadap tekanan opini publik, melainkan reformasi sistemik yang memastikan bahwa keadilan ditegakkan secara merata, tanpa harus menunggu sorotan media.
"Jadi saya kira keteladanan Hoegeng ini kita nantikan kembali. Mudah-mudahan polisi kembali memasang foto Jenderal Hoegeng di mana-mana, dan selalu melihat apapun yang mau dia lakukan kemudian dia teringat tentang Jendera Hoegeng ini," pungkasnya. (Dev)
Foto: Istimewa
Tamsil Linrung saat menyampaikan paparan.