Krjogja.com - YOGYA - Kurikulum geopolitik dan geoekonomi dunia terus mengalami perubahan. Pola itu terjadi setiap 25 tahun, dimulai kompetisi penguasaan sumber daya alam (1945-1970), kompetisi industrialisasi dan manufaktur (1970-1995), kompetisi rekayasa keuangan (1995-2020) dan saat ini kompetisi digitalisasi dan data (2020-2045).
Demikian dikatakan oleh Kepala Badan Percepatan Pengentasan Kemiskinan (BP Taskin) Budiman Sudjatmiko MSc MPhil dalam diskusi Kalam Sore bertema 'Jalan Kemakmuran Indonesia di Era Revolusi Industri 4.0' di Ruang Literasi Kaliurang, Harjobinangun Pakem Sleman, Sabtu (31/5). Diskusi menghadirkan narasumber lain, Prof Dr Rr Siti Murtiningsih SS MHum (Dekan Fakultas Filsafat UGM dan penulis buku 'Mendidik Manusia bersama Mesin'). Turut hadir Nezar Patria (Wakil Menteri Komunikasi dan Digital).
Menurut Budiman, sejumlah target telah dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto untuk membawa Indonesia Maju di era Revolusi Industri 4.0, mulai dari hilirisasi, industrialisasi, kedaulatan pangan, konsolidasi keuangan, pembangunan SDM, kemandirian teknologi dan data. Namun belajar dari pengalaman negara-negara di dunia, target pembangunan tersebut baru akan tercapai minimal dalam kurun waktu 25 tahun. Artinya, target tersebut tidak akan dicapai meskipun Prabowo Subianto menjadi presiden dua periode.
"Oleh karena itu, jika kita ingin sungguh-sungguh mewujudkan Indonesia Emas di tahun 2045, maka rakyat jangan cuma dientaskan dari kemiskinan, tapi juga dientaskan dari kebodohan (pembangunan SDM) karena ketika manusianya cerdas, bisa terwujud kemandirian teknologi. Memajukan kesejahteraan umum tidak bisa dipisahkan dari mencerdaskan kehidupan bangsa," tandasnya.
Baca Juga: PNM Gelar Aksi Bersih-bersih Bersama 6.000 Karyawan, Dukung Pelestarian Lingkungan Lewat Bank Sampah
Lebih lanjut dikatakan Budiman, pemikiran Presiden Prabowo Subianto terkait tahapan kemajuan Indonesia diserap dari pemikiran Ir Soekarno (Presiden RI Pertama) yang memprioritaskan pembangunan pada hilirisasi sumber daya alam. Serta dari pemikiran Prof Soemitro Djojohadikusumo (ayahnya) tentang industrialisasi. Namun saat ini Presiden Prabowo dihadapkan pada tantangan baru yang tidak ditemui di era Soekarno dan Soemitro, yaitu penguasaan digitalisasi dan data.
"Sementara perkembangan dunia saat ini semakin cepat, sehingga untuk mengejar ketertinggalan, Indonesia perlu upaya yang lebih keras. Maka Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto perlu mendapat dukungan persatuan nasional, serta dukungan anggaran agar saat melompat/melenting bisa sesuai dengan target yang ingin dicapai (mengejar ketertinggalan). Dan yang terpenting seluruh elemen bangsa harus menyadari, orientasinya tidak lagi bersaing di dalam negeri, tetapi bersaing ditingkat global. Maka kita harus memfokuskan energi bangsa untuk menghadapi kompetisi global," katanya.
Senada, Prof Dr Rr Siti Murtiningsih SS MHum mengatakan bahwa setiap zaman memiliki tantangannya sendiri-sendiri, yang saat ini eranya revolusi industri 4.0 yang telah menciptakan dunia baru yang dijalankan oleh algoritma, jaringan data dan kecerdasan buatan. Namun, meskipun tantangannya berbeda-beda, pertanyaan mendasarnya tetap sama, yaitu bagaimana sebuah bangsa itu bertahan, berkembang, dan bermartabat di tengah perkembangan dunia yang begitu cepat dan destruktif.
"Bagi Indonesia, ini bukan soal adopsi teknologi semata, tapi lebih pada soal transformasi, yang tidak hanya transformasi struktural tapi juga transformasi kultural dan terlebih adalah political yang sangat mendalam. Patahan-patahan sosial politik yang saling menghambat, ini semua harus mulai kita orkestrakan agar bisa jalan bersama, maju kedepan untuk kemajuan bangsa dan negara," katanya. (Dev)