KRJogja.com- YOGYA - Jaringan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) menyerukan aksi nyata pelestarian lingkungan dan pengelolaan sampah berkelanjutan dalam konsolidasi yang digelar pada 22-24 Juli 2025 di Yogyakarta.
Agenda ini diikuti para ulama perempuan dari berbagai daerah dan didukung oleh Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa) serta Climateworks Foundation.
Kerusakan lingkungan akibat industri ekstraktif yang destruktif, pengelolaan sampah yang tidak sehat, serta lemahnya penegakan kebijakan ramah lingkungan menjadi perhatian utama KUPI.
Sejak mengeluarkan fatwa keharaman perusakan lingkungan pada 2017 dan fatwa kewajiban pengelolaan sampah sehat dan berkelanjutan pada 2022, KUPI terus menginisiasi praktik pelestarian lingkungan di berbagai wilayah.
Berbagai pesantren dan komunitas ulama perempuan di Garut, Cirebon, Jepara, Sumenep Madura, Purworejo, Aceh Barat Daya, Kalimantan Selatan, Makassar, Metro Lampung, Magelang, hingga Bantul Yogyakarta telah melakukan langkah konkret dalam pengelolaan sampah dan pelestarian lingkungan.
Baca Juga: Konser Maestro YGF 2025, Saat Gamelan Menjadi Nyanyian Abadi Tiga Legenda
Inisiatif tersebut lahir dari kesadaran bahwa merawat bumi merupakan amanah ilahi sekaligus bagian dari dakwah untuk membangun kehidupan berkeadilan bagi manusia dan seluruh makhluk.
Dalam pertemuan di Yogyakarta tersebut, KUPI menegaskan bahwa melestarikan lingkungan adalah kewajiban seluruh manusia. Mereka menghasilkan sembilan poin seruan yang ditujukan kepada pemerintah, pelaku usaha, lembaga pendidikan, media, organisasi masyarakat, dan keluarga.
Pertama, mendesak pemerintah sebagai ulil amri untuk menegakkan konstitusi terkait pelestarian lingkungan dengan menjalankan prinsip berkeadilan dan berkelanjutan. Pemerintah perlu lebih tegas melakukan penegakan hukum terhadap berbagai tindak perusakan lingkungan.
Khusus terkait proyek-proyek ekstraktif, pemerintah harus menjamin agar aktivitas tersebut membawa manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat dan memastikan tidak adanya kerusakan permanen bagi ekosistem yang ada.
Kedua, mengecam kriminalisasi yang dialami oleh pegiat lingkungan di berbagai wilayah Indonesia. Pemerintah harus memberi ruang kepada warga negara untuk menyampaikan kritik dan masukan terkait pelestarian lingkungan serta menjamin keselamatan warga yang kritis sebagai bagian dari hak konstitusi.
Ketiga, mendesak pemerintah agar lebih serius mencurahkan sumber daya untuk mengembangkan teknologi ramah lingkungan dan mendukung segala upaya dari masyarakat untuk mengatasi persoalan lingkungan.
Keempat, meminta para pelaku usaha untuk mematuhi peraturan yang berlaku dengan mengedepankan ekonomi berkelanjutan dan mengupayakan transisi ekonomi menjadi ekonomi yang ramah lingkungan. Selain itu, para pelaku usaha wajib bertanggung jawab atas segala dampak lingkungan dari aktivitas mereka, termasuk pemulihan ekosistem.