Prodi Hukum FH UJB Gelar Kuliah Umum Bahas Pengambilalihan Tanah oleh Negara

Photo Author
- Selasa, 23 September 2025 | 20:45 WIB
Foto: Dr Dewi Padusi Daeng Muri menyampaikan materi kuliah umum. (Istimewa)
Foto: Dr Dewi Padusi Daeng Muri menyampaikan materi kuliah umum. (Istimewa)
 
Krjogja.com - YOGYA - Program Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Janabadra (UJB) Yogyakarta mengawali perkuliahan Semester Ganjil 2025/2026 dengan Studium Generale bertema 'Pengambilalihan Tanah oleh Negara: Pendaftaran Tanah dan Problematika Hukum' di kampus setempat, kemarin. Narasumber utama dalam kegiatan ini adalah Dr Dewi Padusi Daeng Muri SH MKn, dosen Fakultas Hukum UJB.
 
Kuliah umum yang telah menjadi tradisi akademik setiap awal semester ini dihadiri para dosen, seluruh mahasiswa Fakultas Hukum, serta tamu undangan dari berbagai instansi. Sejumlah Kepala Kantor ATR/Badan Pertanahan Nasional DIY juga turut hadir untuk memperkaya diskusi sesuai dengan tema hukum pertanahan. Tema kuliah umum kali ini bertepatan dengan peringatan 65 tahun Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA).
 
Dekan Fakultas Hukum UJB, Dr Sudiyana SH MHum, dalam sambutannya menegaskan pentingnya peran negara dalam mengelola sumber daya alam sesuai Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. “Mendasarkan Pasal 2 ayat (2) UUPA, negara berhak menguasai tanah dan segala yang berkaitan dengan tanah sesuai ketentuan perundang-undangan dan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,” ujarnya.
 
Sementara itu, Rektor Universitas Janabadra, Dr Risdiyanto ST MT, menyambut positif penyelenggaraan kuliah umum ini. Ia menekankan pentingnya supremasi hukum dalam pembangunan bangsa. “Negara akan maju dan rakyat bisa makmur apabila hukum menjadi panglima. Selama masih ada mafia tanah dan penyalahgunaan lahan untuk kepentingan segelintir orang, rakyat akan sulit sejahtera,” ungkapnya.
 
Dalam paparannya, Dr Dewi Padusi menyoroti keresahan masyarakat akibat isu di media sosial terkait status tanah. Pertanyaan yang kerap muncul antara lain apakah lahan nganggur bisa diambil negara, apakah semua tanah milik negara, serta bagaimana nasib girik, letter C, verponding, dan hak lama lainnya.
 
Menjawab hal itu, Dewi menjelaskan perbedaan antara Hak Atas Tanah dan Hak Kepemilikan Tanah. “Negara tidak memiliki tanah. Tanah tetap milik pemegang hak, negara hanya hadir sebagai pengatur dan pemberi kepastian hukum,” tegasnya. Ia menambahkan, UUPA menegaskan bahwa hak atas tanah, seperti Hak Milik atau Hak Guna Bangunan, memiliki fungsi sosial yang harus dijalankan.
 
Terkait tanah girik, letter C, verponding, dan bekas hak lama lainnya, Dewi menegaskan bahwa negara tidak serta-merta merampas tanah tersebut. “Hak-hak lama bisa diakui, ditegaskan, dan dikonversi sesuai ketentuan. Pemilik tanah disarankan mendaftarkan tanahnya agar memperoleh sertifikat resmi, sehingga memiliki bukti kepemilikan yang sah dan diakui negara,” jelasnya. (Dev).

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Agusigit

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X