Krjogja.com – YOGYA – Aliansi Jogja Memanggil gelar aksi damai di Titik Nol Kilometer Yogyakarta pada Kamis (2/10) sore. Aksi ini dilakukan dalam rangka menuntut pembebasan aktivis pro-demokrasi yang sebelumnya ditangkap tanpa dasar hukum yang jelas.
Tak lupa, kegiatan yang dihadiri oleh mahasiswa secara umum ini juga turut memperingati tiga tahun tragedi Kanjuruhan di Malang.
Baca Juga: Coffee Break Diresmikan di Top Malioboro Hotel
"Hingga hari ini, kawan-kawan kami (para aktivis) tak kunjung dibebaskan. Mereka bukan pelaku kriminal, mereka adalah pejuang demokrasi," seru Anton, salah satu peserta aksi, Kamis (2/10).
Aksi damai ini menyoroti tentang penangkapan sejumlah aktivis pro-demokrasi, seperti Del Pedro, Muzaffar Salim, Syahdan Hussein, dan lainnya, yang dituduh sebagai provokator dalam demonstrasi yang berlangsung pada 25–29 Agustus lalu.
Para aktivis tersebut dijerat dengan sejumlah pasal, yakni Pasal 160, 170, 187, dan 55 KUHP. Pasal-pasal tersebut mencakup tuduhan penghasutan, kekerasan, pembakaran, serta keterlibatan dalam tindak pidana.
Baca Juga: Rayakan HUT 3 Tahun, Lajolie Aesthetic Bakti Sosial ke Panti Asuhan Bina Siwi
"Setiap aktivis yang ditangkap, kebanyakan dijerat dengan pasal yang sama (Pasal 60 KUHP). Penjatuhan pasal yang berisi tentang penghasutan ini tidak rasional sama sekali," tutur Dandi.
Lebih lanjut, melalui aksi ini, massa mengutuk keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap masyarakat sipil. Dalam tuntutannya, massa menuntut supaya pemerintah melakukan percepatan reformasi di tubuh Polri, sekaligus mengadili oknum polisi yang melakukan tindakan non-prosedural terhadap masyarakat sipil.
"Kami menuntut adanya percepatan reformasi di instansi kepolisian. Pasca-Kanjuruhan, aparat kepolisian tak kunjung berbenah. Kita masih sering melihat kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum satu ini (polisi)," ujar Dandi.
Massa aksi dari Aliansi Jogja Memanggil turut mengungkapkan bahwa pasca demonstrasi di Mapolda DIY beberapa pekan lalu, sejumlah peserta mengalami luka bakar serius akibat petasan yang diduga dilempar oleh aparat.
"Berdasarkan data yang kami miliki, terdapat empat orang yang mengalami luka parah hingga harus menjalani amputasi. Tentu saja, ini adalah tindakan yang tidak dapat dibenarkan," ujar salah satu perwakilan aksi yang tidak ingin disebutkan namanya.
Sebagai penutup rangkaian aksi, massa mengirimkan surat kepada sejumlah lembaga, antara lain Komnas HAM, DPR RI, Kemenko Polhukam, Ombudsman RI, dan Sekretariat Kabinet.
Surat yang dikirim melalui kantor pos itu memuat tuntutan agar aparat kepolisian yang melakukan tindakan represif (di luar prosedur) saat membubarkan demonstran, termasuk insiden pelemparan petasan, segera diberikan sanksi. (*)