Fenomena Leapfrog Ancam Kedaulatan Pangan DIY, Fragmentasi Lahan Sawah di Pinggiran Kota Kian Masif

Photo Author
- Selasa, 14 Oktober 2025 | 19:30 WIB
Persawahan di Ngaklik Sleman. (Foto: Istimewa)
Persawahan di Ngaklik Sleman. (Foto: Istimewa)

Krjogja.com – YOGYA – Ancaman serius terhadap kedaulatan pangan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) disoroti oleh tim peneliti dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Riset Sosial Humaniora (RSH) Universitas Gadjah Mada (UGM).

Penelitian yang dibimbing oleh Dr. Aprillia Firmonasari, dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, ini menemukan bahwa fragmentasi lahan sawah terjadi secara masif di wilayah pinggiran kota, mengikuti pola pembangunan yang tidak terencana, atau dikenal dengan fenomena leapfrog.

Baca Juga: Pelatihan 'UMKM Cerdas Finansial' Diikuti 200 Peserta Selama 2 Hari

Pola leapfrog—pembangunan kota yang menyebar tanpa mengikuti tata ruang yang terintegrasi—dinilai sebagai pemicu utama terpecah-pecahnya lokasi sawah. Hal ini menyebabkan perubahan fungsi lahan produktif menjadi tidak produktif, yang secara langsung mengancam stabilitas produksi pangan di DIY.

"Dampak jangka panjang fragmentasi sawah akan berpengaruh pada turunnya produksi padi yang mengancam kedaulatan pangan Daerah Istimewa Yogyakarta," tegas Muhammad Ahsan, mahasiswa Geografi UGM yang menjadi anggota tim peneliti, Selasa (14/10).

Baca Juga: Van Gastel Ungkap Tiga Pemain Timnas Langsung Gabung di Tangerang, Anton Fase Absen karena Cidera

Fragmentasi Masif di Sleman dan Bantul

Tim PKM RSH UGM, yang terdiri dari Muhammad Ahsan (Geografi), Dian Rahmanisa (Pertanian), Arundina Wijaya (Teknologi Pertanian), Aqeela Izza Aulia (Sosiologi), dan Aiken Gimnastiar (Politik Pemerintahan), memusatkan kajiannya di wilayah sub-urban DIY, khususnya di Kabupaten Sleman dan Bantul.

Mereka menemukan fakta bahwa fragmentasi lahan sawah telah terjadi secara masif selama satu dekade terakhir.

Berdasarkan perhitungan kuantifikasi tutupan lahan yang mereka lakukan dari tahun 2015 hingga 2024, Kapanewon Ngaglik, Sleman, diidentifikasi sebagai daerah dengan fenomena leapfrog dan tingkat fragmentasi lahan tertinggi.

"Kami menghitung kuantifikasi tutupan lahan di Sub-Urban DIY dari tahun 2015 sampai 2024 dan menemukan bahwa Ngaglik merupakan kapanewon dengan fragmentasi tertinggi selama 10 tahun terakhir," jelas Ahsan.

Fenomena ini menunjukkan adanya tekanan yang sangat besar dari perkembangan perkotaan—termasuk perumahan, infrastruktur, dan sektor swasta—terhadap lahan pertanian produktif yang berada di sekitar ibu kota provinsi.

Akibatnya, alih fungsi lahan terjadi secara sporadis, meninggalkan sisa-sisa lahan sawah yang terisolasi dan sulit diolah secara efisien, sehingga nilai produktifnya berkurang drastis.

Kebijakan PLP2B Belum Optimal

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Ary B Prass

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X