KRJogja.com - YOGYA - Suhu panas yang melanda Yogyakarta dalam beberapa hari terakhir membuat banyak warga merasa heran. Udara terasa gerah bukan hanya di siang hari, tetapi juga sejak pagi hingga malam, seolah hawa panas tak kunjung mereda.
Fenomena cuaca panas di Yogyakarta ternyata memiliki penjelasan ilmiah. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bahwa meningkatnya suhu udara di sejumlah wilayah Indonesia, termasuk DIY, erat kaitannya dengan masa peralihan musim atau pancaroba.
Menurut penjelasan Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto, cuaca panas yang dirasakan masyarakat saat ini disebabkan oleh perubahan musim.
“Beberapa wilayah Indonesia belakangan ini mengalami suhu udara yang terasa lebih terik, bahkan di pagi dan malam hari. Fenomena ini erat kaitannya dengan masa peralihan musim atau pancaroba, dari kemarau menuju musim hujan,” terangnya.
Ia menjelaskan bahwa pada masa ini, pemanasan di permukaan Bumi terjadi lebih intens karena langit cenderung cerah dan minim awan tebal. Sinar matahari pun mencapai permukaan tanah secara maksimal.
Baca Juga: Choliq Nugroho Adji, Anggota Komisi D Dorong Peningkatan Prestasi Olahraga
Masih menurut Guswanto, kondisi cerah ini menyebabkan suhu meningkat signifikan, terutama di siang hari.
“Pemanasan ini memicu pembentukan awan konvektif, terutama awan cumulonimbus (Cb), yang kemudian dapat menyebabkan hujan lokal dengan intensitas sedang hingga lebat pada sore hingga malam hari,” jelasnya.
Dengan demikian, meskipun udara terasa sangat panas di pagi dan siang, hujan lokal masih berpotensi turun pada sore hingga malam. Hujan ini biasanya terjadi secara tidak merata dan bisa disertai petir maupun angin kencang.
BMKG memperkirakan Oktober 2025 sebagai periode transisi dari musim kemarau menuju musim hujan di sebagian besar wilayah Indonesia, termasuk Yogyakarta.
“Pola cuaca menjadi tidak menentu, siang hari terasa panas ekstrem, sore hari turun hujan deras, dan malam hari masih terasa hangat karena kelembapan udara yang tinggi,” kata Guswanto.
Fenomena ini menggambarkan ketidakstabilan atmosfer saat pancaroba, yang membuat perubahan cuaca terasa cepat dalam satu hari.
Meskipun suhu meningkat cukup tinggi, BMKG memastikan bahwa kondisi panas yang dirasakan bukanlah “gelombang panas”.