Pelatihan Petugas SPPG di DIY Capai 80 Persen, Diharapkan Tak Lagi Ada Kasus Keracunan Siswa

Photo Author
- Senin, 20 Oktober 2025 | 17:35 WIB
Dapur MBG di Desa Purwodadi, Kembaran tutup.(Foto: Driyanto)
Dapur MBG di Desa Purwodadi, Kembaran tutup.(Foto: Driyanto)

Krjogja.com - YOGYA - Capaian pelatihan penjamah makanan dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) di DIY kini telah mencapai 80 persen. Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY menegaskan, meski sebagian besar petugas sudah mengikuti pelatihan, pengawasan terhadap penerapan standar kebersihan di lapangan tetap menjadi fokus utama, terutama setelah munculnya kasus dugaan keracunan massal di dua SMA Yogyakarta.

Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan DIY, dr. Akhmad Akhadi, mengatakan pelatihan dilakukan untuk seluruh penjamah makanan dan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah DIY. Pihaknya terus memantau pelatihan meski kewenangan berada di kabupaten/kota.

"Sudah dilakukan. Tugas Dinas Kesehatan Provinsi itu sifatnya memobilisasi dan mengoordinasikan. Kami tidak punya tenaga teknis langsung di lapangan, tapi kami mengarahkan agar pelatihan itu dilakukan di wilayah kabupaten atau kota," ungkapnya pada wartawan, Senin (20/10/2025).

Baca Juga: Inklusi Keuangan Membuat Masyarakat Bisa Menjangkau Produk Jasa Keuangan

Menurut Akhmad, pelatihan diselenggarakan melalui dua metode, yakni tatap muka dan sistem pembelajaran daring (Learning Management System/LMS). Untuk LMS, para penjamah makanan bisa mengikuti secara mandiri dengan pendampingan dari petugas puskesmas."Namun, pelatihan tatap muka masih menjadi metode yang paling efektif," tandasnya.

Berdasarkan data Dinkes DIY per 19 Oktober 2025 pukul 13.00, sebanyak 80 persen dari total penjamah makanan telah mengikuti pelatihan. Kabupaten Sleman mencatat jumlah peserta terbanyak dengan 2.683 orang sudah terlatih dan 757 belum, disusul Bantul 1.884 sudah terlatih dan 224 belum, Gunungkidul 1.504 sudah terlatih dan 213 belum, serta Kulon Progo 1.118 sudah terlatih dan 30 belum.

"Kami belum tahu apakah jumlah SPPG masih akan bertambah, karena penambahan satuan baru berlangsung cukup cepat," sambung Akhmad.

Ia menambahkan, pelatihan ini merupakan langkah sistematis pemerintah daerah untuk menjamin keamanan pangan dan mutu gizi dari setiap dapur MBG. Meski pelatihan telah menjangkau sebagian besar wilayah, Akhmad menekankan pentingnya pengawasan di lapangan.

Baca Juga: APBD Sukoharjo 2026 Disahkan, Fokus pada Peningkatan Layanan Publik dan Ketahanan Pangan

"Yang paling penting adalah implementasi dari hasil pelatihan tersebut. Oleh karena itu, Dinas Kesehatan bersama Dinas Pendidikan akan melakukan supervisi secara berkala tanpa pemberitahuan terlebih dahulu," tandasnya.

Supervisi itu akan menilai penerapan praktik higienis, seperti penggunaan sarung tangan dan masker, cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, serta kebersihan peralatan makan. Setiap SPPG juga diwajibkan menjalani Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) dan memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi sebelum diizinkan memproduksi makanan.

"Pelatihan dan sertifikat saja tidak cukup. Implementasi di lapangan itu yang paling penting," lanjutnya.

Kasus dugaan keracunan yang menimpa ratusan siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta dan SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta disebut menjadi titik evaluasi penting. Berdasarkan laporan, 426 siswa SMA Negeri 1 Yogyakarta dan 65 siswa SMA Muhammadiyah 7 Yogyakarta mengalami gejala mual, sakit perut, dan diare setelah menyantap makanan dari dapur SPPG Wirobrajan.

Akhmad memastikan, sampel makanan dari kejadian tersebut sudah diperiksa di laboratorium. Sesuai SOP, setiap ada kasus keracunan, langkah pertama adalah penanganan korban, kemudian pencarian sumber penyebab.

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Tomi Sujatmiko

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X