Krjogja.com - YOGYA - Hukum waris di Indonesia dinilai belum memiliki aturan yang tegas dan seragam. Kondisi ini sering kali menimbulkan konflik di tengah masyarakat, terutama karena perbedaan agama, adat, dan sistem hukum yang berlaku.
Hal tersebut diungkapkan oleh Prof Dr Winahyu Erwiningsih SH MHum, akademisi dan pakar hukum (Notaris, PPAT dan PPAK), dalam paparannya bertema "Hukum Waris di Indonesia" pada acara Customer Gathering Bank Permata di Hotel Harper Yogyakarta, Rabu (22/10/2025).
Menurut Prof Winahyu, pewarisan adalah persoalan hukum yang erat kaitannya dengan hubungan keluarga dan keberlanjutan harta benda seseorang setelah meninggal dunia. "Hubungan persaudaraan yang lahir dari darah maupun perkawinan berimplikasi langsung pada pemanfaatan dan penerusan harta benda. Oleh karena itu, dibutuhkan aturan yang memberi kepastian, keadilan, dan kemanfaatan," ujarnya.
Ia menjelaskan, Indonesia memiliki keberagaman sistem hukum waris yang bersumber dari hukum adat, hukum agama, hingga hukum perdata peninggalan Hindia Belanda. "Akibatnya, tidak ada satu sistem hukum waris yang benar-benar rigid. Dalam praktiknya, sering kali terjadi tumpang tindih dan konflik anutan hukum," tutur Winahyu.
Prof Winahyu memaparkan beberapa pokok ketentuan dasar hukum waris di Indonesia antara lain bahwa warisan baru terjadi ketika pewaris meninggal dunia, dan ahli waris adalah mereka yang secara hukum ditetapkan berhak menerima harta peninggalan. Prinsip penerapan hukum waris dapat mengikuti Undang-Undang Perkawinan, kesepakatan para pihak, hukum yang dipilih masing-masing, atau putusan pengadilan. "Sebagai negara hukum, semua persoalan waris seharusnya dapat diselesaikan secara hukum, termasuk di pengadilan," jelasnya.
Selain membahas ketentuan umum, Prof Winahyu juga menyoroti pentingnya kehati-hatian dalam pembuatan akta warisan. Ia menegaskan, akta waris sering kali menjadi sumber permasalahan baru ketika terdapat pemalsuan atau penghilangan nama ahli waris. "Pembuatan akta harus dilakukan dengan standar yang jelas dan diawasi oleh notaris atau pejabat berwenang agar tidak disalahgunakan," tegasnya.
Dalam sesi berikutnya, Winahyu menjelaskan perbedaan antara hibah dan wasiat. Hibah merupakan pemberian sukarela dari seseorang kepada orang lain yang hanya dapat dilakukan maksimal sepertiga dari total harta milik. Sedangkan wasiat adalah pernyataan seseorang mengenai apa yang dikehendaki terhadap hartanya setelah meninggal dunia, sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Menutup pemaparannya, Prof Winahyu menegaskan pentingnya pemahaman hukum waris bagi masyarakat untuk mencegah perselisihan di kemudian hari. "Pewarisan bukan hanya soal harta, tetapi juga soal keadilan dan keberlanjutan nilai dalam keluarga. Dengan memahami aturan hukum waris, kita bisa menjaga harmoni keluarga dan menghindari konflik," pungkasnya. (Dev)