Sultan Kumpul Bersama Tokoh-Tokoh Bangsa dan Akademisi di Sasono Hinggil, Ada Apa?

Photo Author
- Minggu, 26 Oktober 2025 | 09:50 WIB
 Sultan berdialog Bersama. (Harminanto)
Sultan berdialog Bersama. (Harminanto)

Krjogja.com - YOGYA - Suasana hangat dan penuh makna terasa di Gedung Sasono Hinggil Dwi Abad, Alun-Alun Kidul Yogyakarta, Minggu (26/10/2025), ketika Sri Sultan Hamengku Buwono X hadir bersama sejumlah tokoh bangsa, akademisi dan budayawan. Di tengah guyuran hujan yang turun sejak pagi hari, Sultan berkumpul bukan untuk berbicara tentang politik praktis, melainkan untuk membangun gerakan moral dan intelektual yang berakar pada nilai-nilai kebudayaan.

Pertemuan ini bertajuk Dialog Kebangsaan untuk Indonesia Damai digagas oleh Forum Sambung Rasa Kebangsaan, sebuah wadah lintas generasi yang mempertemukan akal, nurani, dan kearifan budaya. Forum ini berupaya meneguhkan kembali kebudayaan sebagai dasar moral dan spiritual bangsa di tengah arus perubahan global yang cepat dan seringkali mengikis nilai-nilai luhur.

Ketua Forum Sambung Rasa Kebangsaan, Prof. Dr. Edy Suandi Hamid, menjelaskan bahwa gagasan kegiatan ini lahir dari keprihatinan terhadap kondisi bangsa yang dinilai tengah mengalami krisis nilai dan karakter. "Kita melihat keinginan masyarakat yang kuat untuk melihat para pemimpin, dalam hal ini Ngarsa Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono X, hadir dan memberikan pencerahan di tengah berbagai masalah kebangsaan," ungkap Edy.

Baca Juga: Kecelakaan Bus Pariwisata Terjadi di Tol Pemalang-Batang

Ia menambahkan, pihaknya telah sowan kepada Sultan untuk memohon kesediaan beliau berbicara dalam forum ini. "Alhamdulillah, beliau berkenan. Kehadiran Ngarsa Dalem sangat bermakna karena beliau selalu mengedepankan dialog dan menjadi sosok penyejuk di tengah perbedaan pendapat," imbuhnya.

Forum ini menghadirkan sekitar 100 peserta dari berbagai unsur mulai dari Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Kadipaten Pakualaman, Forkopimda DIY, pimpinan perguruan tinggi, seniman, budayawan, tokoh masyarakat, organisasi kemahasiswaan, hingga media massa. Tampak pula mantan Kapolda DIY Ahmad Dofiri, Mantan Menteri PUPR Basuki Hadimoeljono, Butet Kartaredjasa, Soimah Pancawati juga Rosiana Silalahi.

Melalui sambung rasa ini, diharapkan muncul ruang dialog lintas generasi yang terbuka dan jujur untuk membicarakan arah masa depan Indonesia. "Kita ingin mengingatkan bahwa krisis bangsa bukan hanya ekonomi dan politik, tapi juga krisis nilai dan kebangsaan. Karena itu, membangun bangsa tidak cukup dengan kekuasaan, tetapi juga dengan rasa, cinta tanah air, dan keadilan sosial," ungkap Edy.

Baca Juga: Hadiri KTT ASEAN, Presiden Kini Berada di Malaysia

Dalam forum tersebut, Sri Sultan Hamengku Buwono X dipandang sebagai simbol moral yang berakar kuat pada budaya. Prof Edy menyinggung kembali momen-momen penting di mana Sultan hadir menenangkan situasi bangsa, termasuk saat Reformasi 1998, melalui Pisowanan Agung yang membawa pesan damai dan perubahan.

"Karisma dan kewibawaan Ngarsa Dalem bukan hanya berskala lokal, tetapi nasional. Suara beliau selalu dinanti untuk menjadi penyejuk di tengah hiruk-pikuk bangsa," katanya.

Dialog ini juga menegaskan kembali trilogi filosofi DIY Hamemayu Hayuning Bawana, Sangkan Paraning Dumadi, dan Manunggaling Kawula lan Gusti sebagai landasan membangun kehidupan berbangsa yang damai dan berkeadaban. "Hamemayu Hayuning Bawana mengajarkan kita merawat keharmonisan. Sangkan Paraning Dumadi mengingatkan pada hakikat kemanusiaan. Dan Manunggaling Kawula lan Gusti adalah ajakan untuk menyatukan hati antara pemimpin dan rakyat," tandas Edy.

Baca Juga: 22 Kontingen Semangat Tampil Di 'Menoreh Tourism Festival 2025'

Forum Sambung Rasa Kebangsaan diharapkan menjadi titik awal kebangkitan kesadaran baru. Bahwa menjaga Indonesia tidak cukup dengan peraturan dan kekuasaan semata, melainkan harus dibangun di atas nilai, rasa, dan kebijaksanaan budaya.

Dengan semangat Hamemayu Hayuning Bawana, Yogyakarta kembali menegaskan perannya sebagai poros nilai dan kebijaksanaan Nusantara tempat berpadu tradisi, spiritualitas dan modernitas dalam satu harmoni. "Melalui sambung rasa ini, semoga lahir energi kebangsaan baru: Indonesia yang damai, beradab, dan berkepribadian dalam kebudayaan," tutup Prof Edy Suandi Hamid. (Fxh)

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Danar W

Tags

Rekomendasi

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB
X