Krjogja.com - YOGYA - Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan DIY, Sugeng Purwanto menjelaskan kronologi penyebaran penyakit Antraks yang terjadi di Dusun Jati, Candirejo, Semanu Gunungkidul. Kejadian yang menyebabkan satu warga meninggal dunia tersebut ternyata terjadi setelah adanya kematian berurutan 6 sapi dan 6 kambing milik warga.
Sugeng mengatakan peristiwa kematian hewan ternak pertama kali terjadi pada pertengahan April 2023 lalu. Saat itu ada sapi betina berusia 3 tahun yang meninggal dunia lalu diporak atau brandu oleh warga.
Setelah kejadian itu secara berurutan terjadi kematian hewan ternak lainnya seperti sapi dan kambing. Terakhir, Sugeng mencatat ada 1 sapi yang mati pada 27 Juni silam.
[crosslink_1]
"Ada yang mati tapi catatan kami tidak semua diporak. Yang diporak itupun dikonsumsi di lokasi Dusun Jati itu, tidak ada pengeluaran hewan yang bergejala keluar dari Dusun Jati, Candirejo, Semanu Gunungkidul. Kami tak memungkiri, di masyarakat terjadi sudah ada gejala klinis yang tak cukup baik pada hewan tapi masih sering diporak, disembelih dan dimakan. Ini yang menjadi konsern kami untuk mengubah mindset," ungkapnya pada wartawan, Kamis (06/07/2023).
Kepala Dinas Kesehatan DIY, Pembajun Setyaningastutie, menambahkan bahwa penyakit Antraks ini bukan penyakit manusia ke manusia, namun dipastikan dari hewan ke manusia. Satu warga meninggal menurut Pembajun sempat ikut menyembelih sapi yang mati dan mengkonsumsi dagingnya.
"Warga meninggal ini berusia 73 tahun. 22 Mei 2023 ada sapi milik warga mati, nah warga yang meninggal ini ikut menyembelih, dikonsumsi. 22-29 Mei timbul gejala panas, pusing dan batuk. Lalu timbul pembengkakan kelenjar. Dibawa ke RS Panti Rahayu. 3 Juni didiagnosa karena bakteri. Ada pembengkakan di perut, dirujuk ke Sardjito. Ada gejala kaku leher karena memang kondisinya sudah cukup parah. 4 Juni akhirnya meninggal dunia dengan diagnosa suspect Antraks, dan hasil lab kemudian positif Antraks," sambung Pembajun.
Sementara terkait kematian dua warga lainnya, Pembajun menegaskan bahwa hal tersebut bukan karena Antraks. Namun ia tak menampik bahwa gejala yang ditunjukkan memang mirip dengan penyakit Antraks.
"Dua warga lainnya hasil lab bukan Antraks, walau gejala hampir sama ada panas, deman, pusing. Kalau penyakit karena bakteri kan memang gejalanya demikian ya," tandas Pembajun.
Terkait masih ada atau tidaknya hewan yang terkena Antraks karena sifat bakteri yang bisa bertahan lama di alam, Sugeng memastikan tak ada mobilitas hewan ternak dari lokasi Dusun Jati. Ia mengatakan garda pintu keluar masuk hewan ternak sangat penting dilakukan untuk mengatasi persoalan penyakit Antraks ini. (Fxh)