yogyakarta

Hadapi Ancaman Resesi 2023, Tak Perlu 'Panic Buying'

Rabu, 26 Oktober 2022 | 20:26 WIB
ilustrasi krisis keuangan global

Krjogja.com - YOGYA - ‎Resesi ekonomi diprediksikan akan dialami oleh banyak negara pada tahun 2023 mendatang. Hal itu ditandai dengan menurunnya pendapatan domestik bruto (PDB), meningkatnya pengangguran, dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan tren negatif.


Salah satu faktor yang menjadi pemicu munculnya isu resesi global adalah inflasi yang terjadi hampir di seluruh dunia yang tidak diimbangi dengan naiknya tingkat ekonomi dan daya beli masyarakat. Tekanan inflasi global yang menyerang hampir semua negara di dunia, khususnya Indonesia, pastinya berdampak pada peningkatan harga-harga kebutuhan pokok.


‎"Pemulihan ekonomi (pascapandemi) mendorong sisi permintaan mengalami peningkatan. Namun semua itu tidak disertai sisi suplai yang mencukupi, yang salah satunya diakibatkan oleh gangguan pada rantai pasok global,"kata pengamat ekonomi sekaligus dosen Prodi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Mercu Buana Yogyakarta (UMBY), Widarta MM di Yogyakarta, Rabu (26/10).


Menurut Widarta, guna menghadapi ancaman resesi global pada tahun2023, masyarakat diharapkan untuk tidak panik dalam menanggapi isu resesi tersebut. Walaupun begitu harus tetap berhati-hati di tengah situasi ekonomi global yang tidak menentu. Untuk itu, konsumsi dalam negeri tetap menjadi sentral dalam menjaga pertumbuhan ekonomi Indonesia, di tengah ketidakpastian perdagangan dan kondisi ekonomi internasional.


"Masyarakat perlu mengendalikan belanjaannya dalam mengantisipasi sejumlah dampak resesi global yang dipaparkan. Tidak perlu 'panic buying', sebaliknya masyarakat harus lebih bijak dalam sektor konsumsi. Pasalnya meski konsumsi rumah tangga sebagai penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, namun saat harga merangkak naik, masyarakat perlu lebih waspada dan antisipatif. Diantaranya dengan membuat prioritas kebutuhan yang perlu dipenuhi,"paparnya.


Widarta menambahkan, pertumbuhan ekonomi di Indonesia pada tahun 2022 berkisar 5,2 persen jadi tergolong masih cukup kuat. Seandainya terjadi penurun pada 2023 mungkin masih dikisaran 4 persen. Apabila dilihat dari jumlah tersebut, dampaknya terhadap guncangan global terhadap ekspor Indonesia, tidak akan besar.


Karena itu, kontribusi ekspor Indonesia terhadap pertumbuhan ekonomi hanya menyumbang 25 persen. Itu yang menyebabkan dampaknya slow down, tapi tidak resesi. Jadi sebetulnya kondisi perekonomian Indonesia sebenarnya cukup baik, meski pun masih harus tetap waspada dengan tekanan global yang semakin besar.


 


-


Widarta MM (Riyana Ekawati)
© 2022 https://assets.promediateknologi.id/crop/0x0:0x0/750x500/photo/krjogja/Riyana


 


"Saya kira masyarakat kita (Indonesia) sudah cukup tangguh dalam menghadapi berbagai tekanan ekonomi. Buktinya pada tahun 1998 kiris ekonomi akibat lonjakan dollar dari Rp 2.000 menjadi Rp 16.000 pernah di alami bahkan akhirnya membuka mata kita bagaimana peran UMKM yang mampu bertahan dan tidak banyak terdampak karena kekuatan dalam negeri,"ungkapnya, seraya menambahkan tidak hanya itu tahun 2020 saat pandemi Covid-19, masyarakat masih bisa bertahan bahkan mampu melahirkan digitalisasi di berbagai sektor. (Ria)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB