yogyakarta

Sahabat Batman Temukan Cahaya di Kota Yogya

Sabtu, 28 Mei 2022 | 11:47 WIB
Sahabat Batman usai syukuran di Oase Cafe (Ist)

YOGYA, KRJOGJA.com - Elemen masyarakat yang tergabung dalam Sahabat Batman girang. Kelompok pemerhati lingkungan sekaligus budaya itu optimis pembangunan Kota Yogya dalam beberapa tahun ke depan jauh lebih baik dari hari ini. Hal ini terungkap dalam acara 'Syukuran Geden Minggatnya Joker', Kamis (26/5/2022) di Oase Cafe Yogyakarta.

Alasannya dua. Pertama, anak-anak muda Yogya mulai berani berpikir kritis sekaligus peduli pada kotanya. Kedua, lenyapnya sejumlah faktor yang membuat pembangunan Kota Yogya tak tepat guna dalam beberapa tahun terakhir.

"Adapun sejumlah faktor itu bisa ditelisik sendiri. Bukan rahasi. Silakan diinterpretasikan. Intinya kami berkumpul kemarin merayakan rasa optimisme itu," kata Muhammad Ajiek Tarmidzi, ketua perkumpulan Sahabat Batman, di depan wartawan.

Pembangunan sekaligus pemanfaatan ruang di Kota Yogya saat ini belum maksimal. Bagi Sahabat Batman belum tepat guna. Padahal banyak peristiwa yang bisa mengingatkan pemerintah. Tahun 1981 contohnya saat Romo Mangun bersama warga Code menyulap ruang yang ingin dijadikan taman itu sebagai tempat yang sangat layak untuk hidup, tumbuh, dan berkembang. Dengan kata lain mengedepankan pembangunan humanisme yang tepat guna untuk kebutuhan masyarakat.

Dari catatan sejarah itu, Romo Mangun secara tidak langsung Romo Mangun ingin memaparkan bahwa pembangunan tidak boleh menumbalkan siapa-siapa apalagi rakyat miskin, mencerabutnya dari hak azasi mereka: rumah, permukiman, komunitas yang berjejaring sosial. Satu orang saja yang ditumbalkan sama saja dengan memenggal kemanusiaan itu sendiri.

"Banyak yang tidak tepat guna. Jalan Sudirman misalnya, hanya membangun estetika saja. Ke depan saya optimis sekali karena Yogyakarta ini penuh orang kreatif dan arsitek yang sebenarnya bisa dirangkul untuk membangun kota, kemarin hanya tidak dirangkul saja," sambung Ajik.

Kota Yogyakarta tidak hanya dibangun lewat pajak para pekerja dan wisatawan saja. Kota ini dibangun lewat daya pikir seniman, kolektif seni, dan komunitas yang melahirkan banyak produk. Hasil pemikiran mereka itu yang kian menebalkan predikat Yogyakarta sebagai kota budaya.

Kota tempat bertemu lalu bercumbunya semua kebudayaan hingga menaikkan mental masyarakat. Penelitian Selo Sumardjan yang ia tuliskan dalam "Perubahan Sosial Yogyakarta" bahkan menyebut masyarakat Yogya ini tahan banting meski bergantinya penguasa: Kraton, Hindia Belanda, Militeristik Jepang, hingga Republik Indonesia.

"Makanya suara rakyat harus didengar, termasuk para seniman yang punya sesitivitas berbeda dengan pengampu kebijakan. Kita pernah punya masa di mana senimannya nggak didengar, pekerja kreatifnya kesulitan mencari tempat, dan pegiat UMKM-nya tidak dibawa ke mana-mana. Namun perubahan yang sedang terjadi akan membuat Kota ini semakin baik," tandas Ajiek. (*)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB