YOGYA, KRJOGJA.com - Persoalan kejahatan jalanan remaja yang lebih sering disebut klithih tidak bisa dianggap sederhana. Akibat kasus-kasus klithih dapat menentukan masa depan dan membahayakan predikat Kota Yogya sebagai kota pendidikan. Sebuah pengalaman, ada anak yang ditarik orangtuanya dan tidak jadi belajar di Yogyakarta.
Ketua STIPram Yogyakarta Dr Suhendroyono mengungkap dalam diskusi publik Aptisi Wilayah V bertema 'Yogyakarta Kota Pelajar : Merumuskan Solusi Kejahatan Jalanan Remaja', Senin (18/4/2022) malam. Kegiatan diselenggarakan Aptisi V di Kampus STIPram dan dihadiri Pimpinan PTS di DIY. Diskusi menghadirkan narasumber Kepala Dinas Sosial DIY Endang Patmintarsih SH MSi, Kasubdit Babinkantibmas Polda DIY AKBP Sinungwati SH MA, sosiolog yang juga Wakil Rektor UMWY Puji Qomariyah SSos MSi dan psikolog Dosen UST Jatu Anggraeni MPsi Psikolog.
Selain Suhendroyono, Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Wilayh V Prof Fathul Wahid PhD juga menyampaikan testimoni senada. Dikemukakan, teman sesama rektor yang sudah mengirim anak belajar di Yogya juga telah menarik kembali anaknya dan kini belajar di kota asalnya. "Pasalnya, ketika di kos, anaknya didatangi teman SMA dan diajak masuk dalam geng. Mendapat informasi dari anak, beliau langsung menarik anaknya dan kuliah di tempat asalnya," ungkap Prof Fathul.
Suhendroyono mengakui kekhawatirannya, meski ini baru satu. Karena dikhawatirkan, setelah ada satu nanti ada dua dan seterusnya. Karena itulah problema dan kasus kejahatan jalanan remaja ini akan sangat mempengaruhi citra dan predikat Yogyakarta sebagai kota pendidikan. Apalagi mengingat Yogya juga memiliki predikat lain sebagai kota wisata, kota budaya dan lainnya.
Karena itulah menurut Fathul Wahid, Aptisi menganggap persoalan klithih ini sangat serius. Karenanya, Aptisi tidak bisa diam dengan realita ini. Untuk itu melalui diskusi publik ini harus mencari solusi dengan kooperatif dan bisa dilaksanakan. "Diskusi memberikan rekomendasi dan akan disampaikan kepada pihak-pihak terkait," sebut Fathul.
Ketua LLDikti Wilayah V Prof drh Aris Junaidi PhD mengakui, mereka yang tergabung geng motor ini tujuannya satu, membunuh. "Karenanya, diskusi menjadi sangat urgen, mengingat persoalan ini selalu hanya heboh sesaat bila terjadi kasus yang membawa korban. Namun tidak ada hukuman yang membuat efek jera pada pelaku," tandas Aris. Karena itu perlu ada sanksi jangka pendek, jangka menengah bahkan jangka panjang.
AKBP Sinungwati SH MA mengingatkan bahwa kejahatan jalanan remaja ini sekarang tidak lagi merupakan geng sekolah tapi sudah merupakan gabungan geng kampung juga. "Karena itu, korban juga acak sehingga tidak lagi ada identitas sekolah dan pelaku juga tidak dari satu sekolah," katanya.
Akibatnya, kualitas kejahatannya pun meningkat. Apalagi peralatan yang digunaan pun sudah meningkat pula. Dalam kasus terakhir, pelaku ada juga mahasiswa dan pengangguran. "Saya melihat, kejahatan jalanan remaja ini seperti Covid-19. Dan untuk penanggulangannya, harus dikeroyok seluruh elemen masyarakat di Yogya. Agar betul-betul bisa hilang maka semua pihak harus berperan," tandas Sinungwati.(Fsy)