YOGYA, KRJOGJA.com - Pertemuan perdana G20 bidang lingkungan hidup dan keberlanjutan iklim selesai dilaksanakan selama dua hari di Hotel Tentrem Yogyakarta dan ditutup, Rabu (23/3/2022). Banyak hal penting dibicarakan secara global melibatkan 20 negara anggota dan 7 negara non anggota di Yogyakarta dengan tema-teman seputar lingkungan dan perubahan iklim.
Direktur Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (PPKL) KLHK, Sigit Reliantoro selaku Co-Chair G20 EDM-CSWG mengatakan negara-negara anggota G20 mempunyai kekuatan ekonomi yang sangat besar di dunia. Namun di sisi lain, 20 negara itu juga penghasil emisi gas rumah kaca menyumbang 80 persen di dunia.
“Ini mengapa pertemuan menjadi sangat penting. Kalau semua negara bergerak maka bisa mudah menyelesaikan perubahan iklim. Indonesia berupaya mengajak dan menggerakkan seluruh negara untuk mengatasi perubahan iklim. Beberapa negara sudah mulai ada pergerakan seperti Argentina dan Cina yang memasang target zero emisi,†ungkapnya usai pertemuan berakhir.
Begitu pula menurut Sigit tentang persoalan plastik yang juga menjadi masalah dunia. Indonesia menurut data baru berhasil mendaur ulang 10 persen plastik sejak adanya produksi pertama kali dsn ternyata hal serupa juga dialami negara-negara lainnya.
“Kita undang Kadin juga untuk bicara yang sebenarnya sektor swasta sudah nenyadari hal tersebut karena pemerintah tidak bisa bergerak sendiri. Kita di G20 bisa saling tukar menukar teknologi untuk mengatasi persoalan ini, kita bisa belajar dari negara lain,†sambungnya.
Secara khusus, Indonesia mengakui dapat pelajaran penting dari Jerman yang sudah meminimalisir sampah tak terpakai dari produk-produk yang dihasilkan. Seluruh produk Jerman saat ini menurut Sigit harus memiliki manual book yang memungkinkan konsumen memperbaiki komponen ketika terjadi kerusakan.
“Di Jerman diwajibkan semua barang harus ada manual kalau rusak, pemilik bisa memperbaiki artinya tak terbuang ke lingkungan. Lalu dari desain produk juga sudah dipikirkan minimal plastiknya, kalau ada sampahnya bisa digunakan untuk kegiatan ekonomi lainnya. Hal ini perlu dipelajari dan kita sebenarnya sudah punya mekanismenya. Saat ini paling tidak ada 323 perusahaan yang sudah melakukan kajian. Pelan-pelan kita akan gunakan konsep ini,†tandasnya.
Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi, menambahkan pertemuan pertama sebelum tingkat mentri dan pimpinan negara G20 ini menghasilkan rekomendasi yang nantinya jadi masukan pertemuan selanjutnya pada akhir Juni di Jakarta dan akhir Agustus di Bali.
Indonesia selaku penyelenggara berupaya memastikan agar keputusan yang dihasilkan dalam forum bisa diwujudnyatakan di negara masing-masing dengan penyesuaian karakter. Hal tersebut karena isu lingkungan dan perubahan iklim menjadi ancaman bagi seluruh negara dunia.
“Indonesia juga menyampaikan harapan agar pertemuan ini tidak hanya berhenti pada mengeluarkan dokumen saja tapi ada aksi nyata terkait isu yang dibahas di lingkungan hidup juga perubahan iklim. Indonesia memastikan bahwa G20 tetap menjalankan agenda global tentang lingkungan dan keberlanjutan iklim,†pungkasnya. (Fxh)