yogyakarta

Nyatakan Penolakan UU Cipta Kerja, FSP RTMM Kirim Pernyataan ke Komisi D DPRD DIY

Selasa, 22 Maret 2022 | 15:47 WIB
RTMM DIY kirim pernyataan sikap ke DPRD DIY (ist)

YOGYA, KRJOGJA.com - Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman (FSP RTMM) DIY mendatangi kantor DPRD DIY, Selasa (22/3/2022). Mereka menyerahkan pernyataan sikap penolakan UU Cipta Kerja kepada Komisi D DPRD DIY.

Ketua Pimpinan Daerah FSP RTMM) DIY, Waljid Budi Lestarianto mengatakan pihaknya menolak revisi Undang-undang No 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang akan melegitimasi Undang-undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, terutama Klaster Ketenagakerjaan. Buruh meminta pemerintah mencabut undang-undang tersebut dan secara langsung meminta pernyataan itu diteruskan pada pemerintah pusat lewat DPRD DIY.

“Kami menuntut untuk mencabut Undang-undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja sebagai implementasi Putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan cacat formil. Kami meminta pemerintah mengeluarkan Klaster Ketenagakerjaan dari Undang-undang No 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja,” tegas Waljid.

RTMM DIY menjelaskan bahwa dalam ideologi sebagai negara yang berdasarkan hukum, maka hukum harus mengakui dan melindungi hak-hak dasar warga negara sebagaimana dituangkan menurut Undang- undang Dasar 1945 (konstitusi). “Kehadiran negara diharapkan dapat menjadi perlindungan bagi pekerja/buruh. Negara melalui pemerintah bukan hanya mementingkan dunia usaha dan pertumbuhan ekonomi semata, tetapi juga harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat pekerja/buruh,” tandas dia.

Adanya regulasi ketenagakerjaan mengharuskan pemerintah bisa mengakomodir kebutuhan hak warga pekerja/buruh, tidak hanya memperhatikan kelompok investor semata. Karena itu penempatan Klaster Ketenagakerjaan sebagai bagian dari Undang-undang dalam rangka kemudahan berinvestasi merupakan paham kapitalisme yang mengganggap tenaga kerja hanya sebagai salah satu komponen produksi (industri).

“Hal ini sangat bertentangan dengan asas dan dasar Negara Pancasila. UU Cipta Kerja justru mendegradasi hak dan kepentingan pekerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan sebelumnya dan terindikasi melanggar hak konstitusional tersebut. Juga telah mengabaikan nilai dasar asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, melanggar tata cara format penulisan, dan terlalu banyak perubahan-perubahan setelah disahkan,” tandasnya.

Terkait legislasi, RTMM DIY memandang adanya regulasi yang tumpang tindih, disharmoni regulasi dan lamanya proses pembahasan undang-undang tidak bisa menjadi alasan pembenaran digunakannya metode omnibus law sebagai jalan pintas dalam pembuatan Undang- undang Cipta Kerja. Mahkamah Konstitusi menemukan fakta, bahwa ada sekitar delapan perubahan substansi baik dalam bentuk penghilangan, perubahan, maupun penambahan pasal, ayat, dan angka dari perbandingan undang-undang tersebut hasil persetujuan bersama di DPR RI.

“Intinya pembuatan Undang-undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melanggar asas keterbukaan dan partisipasi publik yang harus jadi pertimbangan dan mendapatkan penjelasan bagi kelompok yang terdampak langsung, dalam hal ini partisipasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh. Oleh karena itu, waktu 2 tahun yang diputuskan seharusnya digunakan untuk menjalani proses pembuatan undang- undang sesuai dengan ketentuan sekaligus memperbaiki substansinya sesuai dengan masukan dari semua pihak terkait, bukan dengan melakukan revisi terhadap UU itu,” pungkasnya. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB