YOGYA, KRJOGJA.com- Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) minta agar pemerintah daerah (Pemda)  dalam menerapkan aturan jam buka tutup operasional toko  modern menyesuaikan dengan pola kebutuhkan masyarakat saat ini. Sebab, pihaknya menilai banyak Pemda yang mengeluarkan peraturan daerah malah tidak mengakomodir kepentingan masyarakat banyak.
Ketua Umum Aprindo Roy N Mandey menyebutkan banyak Pemda baik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) maupun Pemerintah Kota (Pemkot)  yang mengeluarkan peraturan daerah malah tidak mengakomodir kepentingan masyarakat  banyak. Apalagi sampai diskriminatif dengan satu maksud atau kepentingan tertentu dengan memberlakukan pembedaan jam operasional antara sesama pelaku usaha  minimarket, supermarket, hypermarket, dept.store dan perkulakan/grosir.
" Sebut saja Perda Sleman Nomor 14 Tahun 2019 tentang penataan pusat  perbelanjaan dan toko swalayan yang di dalamnya mengatur waktu jam operasional yang  berbeda antar sesama minimarket, supermarket, hypermarket, dept.store dan perkulakan/grosir. Disampaikan waktu operasional minimarket waralaba dan minimarket cabang
diatur buka pukul 10.00 hingga 22.00 WIB, sementara minimarket non waralaba dan non cabang boleh buka sejak pukul 07.00 sampai 22.00 WIB," tuturnya dalam keterangan pers, Minggu (31/10/2021).
Roy menyatakan aturan yang membedakan tersebut seharusnya tidak terjadi, karena idealnya  kehadiran minimarket, supermarket, hypermarket, dept.store & perkulakan/grosir sama  sama melayani kebutuhan masyarakat. Penerapan perbedaan jam operasional tersebut, justru membuat masyarakat yang dirugikan. Contohnya, jika seseorang hanya bisa  berbelanja pada pagi hari atau waktu yang ia miliki sedikit, kemana ia akan membeli kebutuhannya sedangkan toko yang buka pagi kini terbatas atau toko di dekat tempatnya masih tutup.
" Kami berharap pemberlakuan perbedaan jam operasional tersebut perlu dikaji ulang untuk  dikembalikan semula secara normal pada berbagai pelaku usaha ritel di Kabupaten Sleman  dan sekitarnya.
Hal ini untuk mengakomodir pemenuhan kebutuhan masyarakat dan mendorong daya beli  serta konsumsi masyarakat, sehingga perekonomian semakin bergeliat dan memberikan dampak diskriminatif bagi para pelaku usaha jejaring yang telah membawa investasi, menyerap tenaga kerja lokal setempat dan memberikan akses para UMKM lokal. (Ira)