YOGYA, KRjogja.com - Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) meminta peninjauan ulang rencana PT Jalin Pembayaran Nusantara bersama Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) yang akan mengenakan biaya transaksi ATM Link mulai 1 Juni 2021 mendatang. Sebab rencana tersebut sangat memberatkan dan merugikan konsumen atau nasabah, sementara belum ada jaminan dan bukti dengan pengenaan biaya transaksi ATM Link tersebut nasabah bisa mendapatkan layanan keamanan maupun kenyamanan.
Ketua LKY Saktya Rini Hastuti menyampaikan rencana transaksi ATM Link akan dikenakan biaya mulai 1 Juni 2021 mendatang jelas sangat memberatkan bagi konsumen. Karena konsumen sudah banyak dibebankan beberapa biaya transaksi perbankan sebelumnya antara lain biaya administrasi, potongan biaya setiap bulan, transfer rekening antar bank, biaya SMS banking dan sebagainya.
" Belum ada aduan dari konsumen di DIY perihal rencana transaksi ATM Link berbayar tersebut sebab baru mencuat belum lama ini. Konsumen sudah cukup besar dibebankan biaya transaksi perbankan selama ini, apalagi sekarang akan dibebankan biaya cek saldo, tarik tunai dan sebagainya. Cek saldo sendiri saja dikenakan biaya, itu terlalu berlebihan sehingga menjadi memberatkan konsumen," ujar Rini kepada KR di Yogyakarta, Senin (24/5).
Rini menuturkan satu nasabah bisa melakukan transaksi perbankan lebih dari tiga hingga empat kali setiap harinya, terutama pelaku usaha yang sangat menggantungkan pada layanan transaksi perbankan maka beban biaya yang ditanggungnya semakin besar. Rencana transaksi ATM Link berbayar ini seharusnya disampaikan dan disosialisasikan terlebih dahulu kepada konsumen atau nasabah masing-masing bank.
" Informasi itu harus jelas kepada konsumen berikut alasannya. Nah ini, rencananya belum dikonfirmasikan kepada konsumen/nasabah malah diam-diam atau tiba-tiba sudah kena potongan biaya transaksi. Terlebih jika alasanya demi meningkatkan pelayanan dan keamanan bagi nasabah, justru menjadi pertanyaan besar konsumen ketika transaksi ATM Link dikenakan biaya mengingat belum ada jaminan keamanannya," terangnya.
Menurut Rina perbankan seharusnya melakukan survei layanan kepada nasabahnya apakah ada yang kurang dan perlu ditambahkan terlebih dahulu. Jika hasil survei layanan kepada nasabah masing-masing mendapatkan hasil yang memuaskan, maka perbankan bisa menaikkan tarif terhadap layanannya.
" Naif sekali belum ada jaminan aman dan nyaman sudah mengenakan biaya, perbaiki dan tingkatkan dulu layanan yang ada atau berikan konsumen rasa aman dan nyaman ketika bertransaksi. Ketika sudah tidak ada masalah layanan mereka dan konsumen tidak ada yang komplain dengan layanan perbankan, baru dikenakan biaya itu pun dengan catatan jangan terlalu memberikan beban kepada konsumen," ungkapnya.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) DIY Jimmy Parjiman menanggapi rencana tersebut mengaku pihaknya belum ada informasi hingga saat ini. Untuk itu, pihaknya akan mengkonfirmasi rencana pemberlakuan biaya transaksi ATM Link tersebut terlebih dahulu kepada rekan-rekan Pengawas OJK di pusat, sebab jika terkait sistem pembayaran perbankan diatur oleh Bank Indonesia (BI).
" OJK lebih ke perlindungan konsumen, solusinya kalau nasabah dengan bank tidak ada kesepakatan kita mediasi. Jika belum juga ada kesepakatan akan diajukan kepada Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS)," katanya.
Jimmy menjelaskan apabila sudah ada pengaduan dari konsumen yang memenuhi syarat sesuai Peraturan OJK (POJK) Perlindungan konsumen antara lain konsumen merasa dirugikan LJK atau berpotensi sengketa yang masuk kepada OJK melalui Aplikasi Portal Perlindungan Konsumen (APPK) maka akan ditindak lanjuti. OJK mediasi sesuai POJK Perlindungan Konsumen tersebut, jika belum ada kata sepakat dimediasi lebih lanjut ke LAPS. (Ira)