yogyakarta

Pengosongan Rumah di Lempuyangan Jadi Polemik, DPRD Kota Pasang Badan

Senin, 12 April 2021 | 10:21 WIB
Audiensi DPRD Kota Yogyakarta dengan Sepur NKA beberapa waktu lalu

YOGYA, KRJOGJA.com - Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta pasang badan setelah terjadi polemik pengosongan rumah dinas PT KAI (dulu PJKA) di kawasan Lempuyangan dan Bumijo Yogyakarta. Warga yang kemudian bergabung dalam Serikat Penghuni Rumah Negara Eks Kereta Api (Sepur NKA) mengadu pada dewan karena merasa masih punya hak tinggal di lokasi tersebut.

GM Deddy Setiawan, Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta, mengatakan persoalan tersebut sebenarnya merupakan pengulangan masalah-masalah lama yang terjadi antara KAI dengan warga. Menurut dia, perlu diketahui bahwa perjanjian antara KAI (PJKA) dengan Kraton Yogyakarta untuk pemanfaatan lahan Sultan Ground sudah selesai tahun 1972 silam.

“Tanah tempat berdiri perumahan itu di atas Sultan Ground dan saya ada datanya bahwa perjanjian antara KAI dengan Kraton itu sudah selesai tahun 1972 silam. Kami dari Fraksi PDI Perjuangan siap mendampingi warga, agar tidak berlarut dan terulang kembali masalah ini,” ungkap Deddy, Minggu (11/4/2021).

Sebelumnya, warga dari Sepur NKA sudah melakukan audiensi dengan DPRD Kota Yogyakarta. Mereka meminta dewan membantu hingga diterbitkannya Surat Keterangan Tanah (SKT) oleh otoritas Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“BPN sudah bersedia, legowo untuk meminta warga mengurus secara kolektif. Ya harapannya BPN juga serius menyelesaikan, ketika syaratnya masih kurang ya difollowup agar segera dilengkapi dan tidak numpuk-numpuk dibiarkan saja. Kami dari dewan akan mengawal,” tandas dia.

SKT sendiri merupakan bukti lokasi tanah yang nantinya akan digunakan untuk mengurus kekancingan di Kraton Yogyakarta. Warga menilai, tanah yang mereka tempati saat ini bukan lagi menjadi hak KAI, namun kembali pada Kraton Yogyakarta.

Endro Sulaksono, anggota fraksi PDI Perjuangan DPRD Kota Yogyakarta, menambahkan warga selama ini tinggal di perumahan tersebut dengan tetap membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) yang jumlahnya mencapai belasan juta pertahun. Warga keberatan karena menilai bahwa KAI tak lagi berhak meminta pengosongan karena sudah bukan lagi pemegang hak atas tanah dan bangunan.

“Warga ini merenovasi dan sudah menempati bangunan tersebur sejak puluhan tahun. Mereka juga membayar pajak. Kami juga ketahui bahwa perjanjian Kraton dengan PJKA saat itu sudah habis sejak tahun 1972. Kami akan terus mendampingi warga dan harapannya segera ada keputusan ketika nanti SKT turun diproses di kota lalu provinsi untuk mengurus kekancingan ke Kraton Yogyakarta,” tandas Endro. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB