yogyakarta

Bangunan Baru di Kawasan Pakualaman Wajib Adaptasi Arsitektur Tradisional Jawa dan Indis

Selasa, 9 Maret 2021 | 18:10 WIB
Beberapa penampakan bangunan Indis dan Tradisional Jawa yang disampaikan dalam sosialisasi warisan budaya dan cagar budaya bersama Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta. (Harminanto)

YOGYA, KRJOGJA.com - Peraturan Daerah DIY nomor 1 tahun 2017 tentang Arsitektur Bangunan Berciri Khas DIY dan Pergub DIY nomor 40 tahun 2014 tentang Panduan Arsitektur Bangunan Baru Bernuansa Budaya Daerah sudah berlaku. Aturan terkait banguna baru di Kawasan Cagar Budaya (KCB) pun kini sudah diterapkan dengan harapan positif dalam hal budaya serta pariwisata DIY.

Di Kota Yogyakarta tercatat ada beberapa KCB yakni Kraton termasuk Malioboro-Tugu, Pakualaman, Kotabaru dan Kotagede. Masing-masing lokasi memiliki ciri khas baik Indis-Cina, Tradisional Jawa maupun Indis-Kolonial.

Azis Yon Haryono, Anggota Tim Ahli Cagar Budaya mengatakan karakter bangunan di DIY bisa menjadi salah satu hal menarik sebagai daya tarik wisata budaya. Ia mencontohkan bawasanya DIY secara karakter bangunan lebih kaya daripada Bali.

“Kalau kita ke Bali kan di seluruh lokasi bangunannya sama semua, tipenya seperti itu. Tapi kalau di Yogya, tiap kawasan punya ciri khas bangunan. Misalnya Jawa Tradisional di Kraton dan Pakualaman, lalu geser ngidul dikit ada Indis atau Cina lalu Indis Kolonial. Ini yang membuat Yogya tidak membosankan,” ungkapnya dalam sosialisasi warisan budaya dan cagar budaya bersama Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Selasa (9/3/2021).

Secara khusus di kawasan Pakualaman misalnya, gaya bangunan memakai arsitektur Tradisional Jawa atau Indis. Menurut Azis bangunan Tradisional Jawa memiliki ciri atap berbentuk kampung, limasan, tajug juga joglo serta tidak diperbolehkan adanya beberapa ornamen seperti Sorotan, Praban dan Putri Mirong.

“Kalau pada bangunan baru mungkin tidak saklek seperti pakemnya ya, namun bisa menyesuaikan. Kalau misalnya lahan tidak cukup tentu saja tidak perlu pagar Gapura Canden. Beberapa bangunan sudah mengadaptasi hal ini,” sambung dia.

Sementara Ir Suparwoko, pegiat urban arsitektur yang juga pengajar Magister Arsiktektur FTSP UII menyampaikan ciri bangunan menjadi sisi menarik untuk ditonjolkan dalam kaitan dengan budaya, ekonomi, pendidikan dan pariwisata. “Harapan akhirnya kemudian ada income lokal yang bisa membawa manfaat untuk warga di kawasan tersebut. Di sini pekerjaan rumah bersama,” tandas dia.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menjelaskan di Kota Yogyakarta terdapat 4 (empat) kawasan cagar budaya, yakni KCB Kraton, KCB Pakualaman, KCB Kotabaru dan KCB Kotagede. Menurut dia, hal ini membawa konsekuensi logis kewajiban pelestarian Kawasan Cagar Budaya di lokasi tersebut.

“Perkembangan zaman pasti menuntut perubahan, tidak terkecuali Kawasan Cagar Budaya. Selain desakan kebutuhan pembangunan tentunya ada dinamisasi perkembangan pada kawasan cagar budaya. Melestarikan kawasan cagar budaya tersebut, maka telah ditetapkan peraturan agar kawasan cagar budaya tetap terjaga. Bangunan baru yang akan didirikan di kawasan cagar budaya tersebut dipersyaratkan ketentuan untuk menjaga agar karakter dan citra kawasan tetap selaras,” tandas Yetti. (Fxh)

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB