yogyakarta

Cerita Prasetyo Sugianto, Kiper PSIM yang Nyaris Jadi Striker di Kompetisi Liga Dunhill

Sabtu, 27 Februari 2021 | 12:26 WIB
Prasetyo (kiri) saat bercerita bersama Rofik Ismanto (Harminanto)

YOGYA, KRJOGJA.com - Nama Prasetyo Sugianto, bagi pecinta sepakbola DIY medio 90-an hingga 2000-an awal tentu tidak asing. Ia merupakan penjaga gawang legendaris yang lama membela PSIM, PSS dan Persiba Bantul pada masa itu.

Pras, sapaan akrab Prasetyo memulai karier di PSIM setelah dipromosikan dari tim junior pada tahun 1994. Saat itu ia menjadi kiper ketiga bersama Siswadi Gancis dan Nyoman Arbawibawa yang berlaga di kompetisi kasta teratas, Liga Dunhill.

Prestasi dan pengalaman Pras begitu banyak semasa berkarier, tak perlu lagi dipertanyakan. Ia ikut mengangat PSIM, PSS dan Persiba ke kasta lebih tinggi, promosi mengalahkan lawan-lawan dan mendapatkan tiket ke Divisi Utama.

Berbagai cerita menarik pun mengiringi karier mantan pemain yang kini berdomisili di Klaten ini. Salah satunya ketika ia nyaris dipasang menjadi penyerang di kompetisi Liga Dunhill tahun 1994-1995.

Pras menceritakan, saat itu pelatih Nurdin Basyar dan Bambang Nurjoko kebingungan lantaran para penyerang PSIM sangat sulit mencetak gol. Kompetisi saat itu memang berat bagi PSIM, karena adanya penggabungan Galatama dan Perserikatan yang secara materi pemain serta finansial membuat kekuatan menjadi jomplang.

“Saat itu pelatih datang pada saya, bertanya apakah saya siap main sebagai striker. Soalnya memang kalau di latihan saya selalu main sebagai striker duet dengan Rofik (Ismanto) dan selalu mengacaukan bek tim utama, mencetak gol,” ungkapnya bercerita.

Namun akhirnya, pelatih saat itu memutuskan tak jadi mengambil langkah tersebut. Beberapa pertimbangan diambil, hingga akhirnya Pras tak jadi bermain sebagai penyerang.

“Saat itu mau main home di Mandala Krida, itu kalau jadi saya main tidak tahu kalau misalnya main jelek atau tidak sesuai harapan. Hampir sekali itu dimainkan,” lanjutnya tertawa.

Pada musim 1994-1995 itu, PSIM akhirnya terdegradasi ke Divisi I. Persaingan dengan klub-klub Galatama wilayah Timur dirasa begitu berat karena pengalaman para pemain yang berbeda.

Ingatan Pras pun kembali saat PSIM dijamu Persebaya di tahun tersebut. Pada putaran sebelumnya, seorang suporter Persebaya meninggal dunia di Mandala Krida yang membuat partai di 10 November sangat panas dengan teror luar biasa dari Bonek.

“Kami saat itu tidurnya di Gresik, karena takut kalau terjadi apa-apa ketika berada di Surabaya. Benar, di stadion itu kami dilempari sepanjang pertandingan dan wasit akhirnya menyudahi pertandingan sebelum 90 menit karena situasi tidak kondusif. Kita kalah saat itu tapi tipis,” tandas pria yang kini menjadi pelatih kiper ini.

Pada musim itu, tim PSIM harus menjalani beberapa tur luar pulau hingga berminggu-minggu. Pasalnya, jadwal pertandingan dipusatkan untuk membantu tim baik dari Jawa maupun luar Jawa untuk menghemat ongkos perjalanan.

“Kita di Kalimantan itu main empat kali, di Balikpapan, Samarinda, Banjarmasin dan Bontang. Nanti begitu juga tur Makassar sambung ke Jayapura melawan Persipura. Begitu memang jadwalnya, jadi kita kalau keluar itu bisa berminggu-minggu,” kenangnya.

Halaman:

Tags

Terkini

KRISNA, Ruang Apresiasi Kerja Kolektif Civitas Akademika

Minggu, 21 Desember 2025 | 21:15 WIB